STANDAR PENILAIAN
(ANALISIS KEBIJAKAN STANDAR PENILAIAN PENDIDIKAN)
Oleh : Arifuddin
BAB I
(ANALISIS KEBIJAKAN STANDAR PENILAIAN PENDIDIKAN)
Oleh : Arifuddin
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Dalam
pembukaan Undang-Undang Dasar (UUD) Negara Republik Indonesia Tahun 1945
dinyatakan bahwa salah satu tujuan Negara Republik Indonesia adalah
mencerdaskan kehidupan bangsa dan untuk itu setiap waraga negara Indonesia
berhak memperoleh pendidikan yang bermutu sesuai dengan minat dan bakat yang
dimilikinya tanpa memandang status sosial, ras, etnis, agama, dan gender.
Pemerataan dan mutu pendidikan akan membuat warga negara memiliki keterampilan
hidup (life skill) sehingga memiliki kemampuan mengenal dan mengatasi masalah
diri dan lingkungannya, mendorong tegaknya masyarakat madani dan modern yang
dijiwai nilai-nilai Pancasila.
Undang-undang
Sistem Pendidikan Nasional Bab. I Pasal 1 ayat (1) menjelaskan bahwa pendidikan
adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya
untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,
kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya,
masyarakat, bangsa dan negara. Potensi diri yang dikembangkan diharapkan dapat menjawab
setiap permasalahan dan tantangan pada zamannya.
Teknologi
informasi dan komunikasi berkembang sedemikian cepatnya dan memegang peran
stratregis. Abad 21 ditandai dengan peran besar pengaruh teknologi informasi
dan komunikasi dalam berbagai aspek kehidupan umat manusia. Itulah sebabnya,
abad 21 ini dikenal pula sebagai era informasi. Batas dan sekat antar negara
menjadi semakin tidak jelas dan warga negara menyatu dalam warga dunia global,
sehingga era sekarang disebut pula sebagai era global. Keberadaan teknologi
tersebut telah mengubah cara manusia dalam bertransaksi, membaca,
bersenang-senang, berkomunikasi/berbicara, dan termasuk cara dalam belajar.
Keberadaan teknologi tersebut juga memungkinkan semua orang, yang memiliki
akses terhadap teknologi ini tentunya, dapat memperoleh informasi apa saja,
dari mana saja, dimana saja, kapan saja. Ini artinya, semua orang dapat belajar
apa saja, kapan saja, dimana saja, dengan siapa saja, dengan cara apa saja.
Pembelajaran lebih bersifat terbuka, fleksibel dan terdistribusi (distributed).
Diberlakukannya
Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas Peraturan
Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan sebagai dasar pemberlakuan Kurikulum 2013, salah
satunya diharapkan dapat meningkatkan keterampilan peserta didik dalam
menghadapi tantangan abad 21. Dabbagh (2007: 221) memberikan karakteristik keterampilan
abad 21 sebagai berikut:
1. Keterampilan Belajar Sosial; keterampilan
ini meliputi kemampuan mengambil keputusan, berkomunikasi, membangun
kepercayaan, dan manajemen konflik yang kesemuanya itu merupakan komponen
penting atau unsur utama dari kolaborasi yang efektif. Hal ini diperlukan untuk
membangun leadership dan menjadi bagian dari suatu tim, dimanapun berada baik
sebagai karyawan, maupun sebagai anggota sosial masyarakat baik skala mikro
(keluarga) sampai skala internasional
2. Keterampilan Dialogis (Discursive
Skills); keterampilan ini meliputi kemampuan mendiskusikan suatu isu secara
kritis, berbagi ide dan argumentasi secara rasional dan logis, bernegosiasi dan
menunjukkan keterbukaan (berpikiran positif) terhadap berbagai perspektif yang
berbeda serta mampu menjadi pendengar efektif.
3. Keterampilan evaluasi diri dan
kelompok (introspeksi); artinya kemampuan diri untuk akuntabel terhadap segala
sesuatu yang dibebankan di pundaknya dan timnya, aktif dan komitmen terhadap
aktifitas kelompoknya, bekerja dengan penuh tanggung jawab, saling membantu dan
saling mengisi. Dalam hal ini, setiap individu harus memiliki kemampuan
berpikir sistemik, sehingg setiap permasalahan dilihat dari berbagai perspektif
dan tidak mengkambinghitamkan orang lain.
4. Keterampilan refleksi; ini adalah
kemampuan untuk mengambil hikmah/pelajaran dari berbagai hal. Lebih jauh lagi
adalah kemampuan untuk melakukan perubahan (membebaskan diri dari status quo),
menerima input, masukan dan kritik dari pihak luar, serta memperbaiki diri
maupun kelompok secara terus menerus.
Membangun
peserta didik agar memiliki keterampilan abad 21 tersebut merupakan suatu
tantangan tersendiri. Paradigma pembelajaran lama sudah tidak bisa lagi
dipertahankan. Paradigma pendidikan modern yang lebih bersifat student-centered
dan constructive learning sebaiknya segera dilakukan mulai saat ini, mulai dari
hal yang kecil/sederhana. Paradigma pembelajaran konvensional berubah. Pembelajaran
berpusat pada guru, berubah menjadi pembelajaran berpusat pada peserta didik. Peserta
didik mengkonstruk sendiri pengetahuannya, belajar melalui penemuannya dan peserta
didik dapat menentukan sendiri tingkat capaian pembelajarannya. Peran guru berkembang
menjadi fasilitator. Memfasilitasi peserta didik untuk melakukan pembelajaran.
Guru lebih banyak menyiapkan alat bantu (scaffolding) bagi proses pembelajaran,
dan memastikan bahwa standar tercapai. Mutu pendidikan dan pembelajaran di
sekolah sangat tergantung dari keterampilan dan kemampuan guru dalam mengelola
dan memilih metode pembelajaran yang tepat bagi anak didiknya.
Kurikulum
dikembangkan melalui pendekatan pembelajaran yang berpusat pada peserta didik
(student-centered learning). Hal ini sesuai dengan tuntutan dunia masa depan
anak yang harus memiliki kecakapan berpikir dan belajar (thinking and learning
skils). Kecakapan-kecakapan tersebut diantaranya adalah kecakapan memecahkan
masalah (problem solving), berpikir kritis (critical thinking), kolaborasi, dan
kecakapan berkomunikasi. Semua kecakapan ini bisa dimiliki oleh peserta didik.
Guru mengembangkan rencana pembelajaran yang berisi kegiatan-kegiatan yang
menantang peserta didik untuk berpikir kritis dalam memecahkan masalah.
Kegiatan yang mendorong peserta didik untuk bekerja sama dan berkomunikasi
harus tampak dalam setiap rencana pembelajaran yang dibuatnya.
Selain
pendekatan pembelajaran, peserta didik pun harus diberi kesempatan untuk
mengembangkan kecakapannya dalam menguasai teknologi informasi dan komunikasi.
Literasi teknologi informasi dan komunikasi adalah suatu kemampuan untuk
menggunakan teknologi dalam proses pembelajaran untuk mencapai kecakapan
berpikir dan belajar peserta didik. Kegiatan-kegiatan yang harus disiapkan oleh
guru adalah kegiatan yang memberikan kesempatan pada peserta didik untuk
menggunakan teknologi informasi untuk melatih keterampilan berpikir kritisnya
dalam memecahkan masalah melalui kolaborasi dan komunikasi dengan teman
sejawat, guru-guru, ahli atau orang lain yang memiliki minat yang sama.
Aspek
lain yang tidak kalah pentingnya adalah penilaian (assessment). Guru
harus mampu merancang sistem penilaian yang bersifat kontinyu (ongoing
assessment) sejak peserta didik melakukan kegiatan, sedang dan setelah
selesai melaksanakan kegiatannya. Penilaian bisa diberikan diantara peserta
didik sebagai feedback bagi guru dengan rubrik yang telah disiapkan atau
berdasarkan kinerja serta produk yang mereka hasilkan.
Untuk
menjawab hal itu semua, maka harus bermuara dari proses pendidikan dan pembelajaran
yang dikembangkan ke arah yang lebih baik dan sesuai dengan tuntutan perubahan
dan perkembangan zaman. Dan Pemerintah, dalam hal ini Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan yang bertanggung jawab langsung terhadap Pendidikan Nasional telah
mengeluarkan Permendikbud Nomor 54 Tahun 2013 tentang Standar Kompetensi
Lulusan Pendidikan Dasar dan Menengah sebagai pengganti Permendiknas Nomor 23
Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan untuk Satuan Pendidikan Dasar dan
Menengah, Permendikbud Nomor 64 Tahun 2013 tentang Standar Isi Pendidikan Dasar
dan Menengah sebagai pengganti Permendiknas Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar
Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah, Permendikbud Nomor 65 Tahun
2013 tentang Standar Proses Pendidikan Dasar dan Menengah sebagai pengganti
Permendiknas Nomor 41 Tahun 2007 tentang Standar Proses untuk Satuan Pendidikan
Dasar dan Menengah, serta Permendikbud Nomor 66 tentang Standar Penilaian Pendidikan
sebagai pengganti Permendiknas Nomor 20 Tahun 2007 tentang Standar Penilaian
Pendidikan, dalam usaha mengembangkan kurikulum yang dapat menjawab kebutuhan
kekinian dan masa akan datang.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Rasionalisasi
Standar Penilaian Pendidikan
Proses pembelajaran merupakan kegiatan yang berkesinambungan mulai
dari tahap perencanaan, pelaksanaan, hingga penilaian hasil pembelajaran.
Sebagai komponen yang tidak terpisahkan dalam sebuah pembelajaran, penilaian
digunakan guru untuk memperoleh informasi tentang pembelajaran dilakukan.
Dalam usaha meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia,
pemerintah telah memberlakukan kurikulum 2013 pada semua jenjang sekolah.
Kurikulum 2013 berbeda dengan kurikulum sebelumnya yaitu pada penerapan
pendekatan ilmiah atau pendekatan saintifik dalam pelaksanaan pembelajaran. Saat
ini para guru perlu mengembangkan strategi mengajar yang berbeda dengan
kurikulum sebelumnya. Di samping itu, guru juga perlu mengembangkan teknik
penilaian prestasi belajar peserta didik, yang relevan dengan pendekatan
ilmiah. Penilaian ini harus mampu menunjukkan prestasi belajar peserta didik
dalam mengamati, eksperimen, sosial networking, dan sebagainya.
Tanpa
bermaksud mendegredasi kurikulum terdahulu, pelaksanaan penilaian yang
dilaksanakan dalam pembelajaran lebih banyak berorientasi pada penilaian aspek pengetahuan atau aspek
kognitif semata. Maka pada Kurikulum 2013 sesuai dengan tuntutan Permendikbud
Nomor 66 Tahun 2013 tentang Standar Penilaian Pendidikan, pelaksanaan penilaian
pendidikan diarahkan pada penilaian yang komprehensif terhadap semua aspek
pembelajaran yaitu aspek sikap, pengetahuan, dan keterampilan, yang dikenal
dengan penilaian autentik
Menurut Yasri (2014) penilaian autentik
memiliki relevansi terhadap pendekatan ilmiah dalam pembelajaran sesuai
tuntutan Kurikulum 2013 yang mampu menggambarkan peningkatan hasil belajar
peserta didik, baik dalam rangka mengobservasi, menalar, mencoba, membangun
jejaring, dan lain-lain. Penilaian autentik bertujuan untuk mengukur
berbagai keterampilan dalam berbagai konteks yang mencerminkan situasi di dunia
nyata di mana keterampilan-keterampilan tersebut digunakan.
Penilaian autentik dalam
implementasi kurikulum 2013 mengacu kepada penilaian kompetensi sikap melalui
observasi, penilaian diri, penilaian “teman sejawat” (peer evaluation) oleh
peserta didik dan jurnal. Penilaian kompetensi pengetahuan melalui tes tulis,
tes lisan, dan penugasan. Serta penilaian kompetensi keterampilan melalui penilaian
kinerja, yaitu penilaian yang menuntut peserta didik mendemonstrasikan suatu
kompetensi tertentu dengan menggunakan tes praktik, projek, dan penilaian
portofolio.
Dengan semakin berkembangnya
pendidikan, saat ini guru sebagai fasilitator atau pendidik banyak diharap
untuk bisa melakukan pola pendidikan dan pengajaran dengan mengedepankan high
order thingking skill (HOTS), yaitu suatu pola pembelajaran yang
mengharuskan fasilitator atau pendidik untuk bisa menciptakan pola interaksi belajar-mengajar
yang menuntut peserta didik melakukan pola berfikir tingkat tinggi. Tidak hanya
sekedar pada tahap hafalan atau pemahaman, tapi lebih jauh dari itu yaitu
berfikir analisis, sintesis, atau bahkan lebih tinggi dari itu. Namun kenyataan
di lapangan, masih banyak pendidik yang belum melakukan penilaian sesuai dengan
kondisi nyata dan sesuai dengan standar penilaian.
Selain itu pada kurikulum terdahulu
pelaksanaan penilaian lebih diarahkan hanya pada hasil belajar peserta didik, maka
pada Kurikulum 2013 dengan penilaian autentik pelaksanaan penilaian tidak hanya
diarahkan pada hasil belajar peserta didik, namun proses pembelajaran yang
dijalani oleh peserta didik juga diadakan penilaian.
Penyusunan perencanaan, pelaksanaan
proses, dan penilaian merupakan rangkaian program pendidikan yang utuh, dan
merupakan satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan satu dengan yang lainnya.
Untuk itu model penilaian autentik yang telah dijadikan sebagai acuan dalam
penilaian pada Kurikulum 2013 sangat urgen untuk dilaksanakan agar tujuan
pendidikan yang diharapkan dapat tercapai dengan baik.
B.
Pengertian Standar
Penilaian
Ada tiga istilah yang digunakan dan perlu disepakati pemakainannya, sebelum
disampaikan uraian lebih jauh tentang standar penilaian pendidikan, yaitu evaluasi (evaluation), pengukuran (measurement), dan penilaian (assesment).
Adapun beberapa penjelasan ketiga
hal tersebut di atas adalah sebagai berikut:
1.
Evaluasi
Evaluasi berasal dari kata evaluation, kata tersebut diserap ke dalam pembendaharaan istilah bahasa Indonesia dengan tujuan mempertahankan
kata aslinya dengan sedikit penyesuaian lafal Indonesia menjadi “evaluasi”.
Tayibnapis (2000) mengutip pendapat
Ralph Tyler, Cronbach, dan Maclcolm dalam mendefisikan evaluasi. Ralph Tyler
mengemukakan bahwa evaluasi adalah proses yang menentukan sejauh mana tujuan
pendidikan dapat dicapai. Cronbach berpendapat evaluasi adalah menyediakan
informasi untuk pembuat keputusan. Dan Maclcolm mendefinisikan evaluasi sebagai
perbedaan apa yang ada dengan suatu standar untuk mengetahui apakah ada
selisih.
Sudijono (2001) mendefinisikan
evaluasi sebagai suatu kegiatan atau penentuan nilai pendidikan sehingga dapat
diketahui mutu dan hasil-hasilnya.
Stufflebeam (dalam Makmun. 1996) mengemukakan bahwa: “educational
evaluation is the process of delineating, obtaining, and providing useful,
information for judging decision alternative”. Dari pandangan
Stufflebeam bahwa evaluasi pendidikan merupakan proses penggambaran, pencarian, dan pemberian informasi yang
sangat bermanfaat bagi pengambil keputusan dalam menentukan alternatif
keputusan.
Dalam UU No.20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab I Pasal 1
ayat 21 dijelaskan bahwa evaluasi pendidikan adalah kegiatan pengendalian, penjaminan,
dan penetapan mutu pendidikan terhadap berbagai komponen pendidikan pada setiap
jalur, jenjang, dan jenis pendidikan sebagai bentuk pertanggungjawaban
penyelenggaraan pendidikan.
Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa evaluasi pendidikan adalah
proses yang sistematis di dalam mengumpulkan data, menganalisis,
menginterpretasi informasi atau data untuk dapat dipakai pemegang keputusan
dalam rangka menjawab permasalahan yang muncul demi kemajuan dan penyempurnaan
pendidikan.
2.
Pengukuran.
Menurut Arikunto (2005) pengukuran adalah membandingkan sesuatu dengan suatu ukuran. Budi Hatoro
mendefinisikan pengukuran atau measurement merupakan suatu proses atau kegiatan
untuk menentukan kuatitas sesuatu yang bersifat numerik. Pengukuran lebih bersifat
kuantitatif, bahkan merupakan instrumen untuk melakukan penilaian. Sedangkan
menurut Akhmad Sudrajat (2008) pengukuran (measurement) adalah proses pemberian
angka atau usaha memperoleh deskripsi numerik dari suatu tingkatan di mana
seorang peserta didik telah mencapai karakteristik tertentu.
Dari beberapa
pengertian, dapat disimpulkan bahwa pengukuran adalah suatu
proses atau kegiatan untuk menentukan kuantitas sesuatu yang bersifat
numerik.
3.
Penilaian.
Istilah penilaian merupakan alih bahasa dari istilah assessment. Menurut Zainul
(2001) penilaian adalah suatu proses untuk mengambil keputusan dengan
menggunakan informasi yang diperoleh melalui pengukuran hasil belajar baik yang
menggunakan tes maupun nontes. Sedangkan menurut Akhmad Sudrajat (2008) penilaian
(assessment) adalah penerapan berbagai cara dan penggunaan beragam alat
penilaian untuk memperoleh informasi tentang sejauh mana hasil belajar peserta
didik atau ketercapaian kompetensi (rangkaian kemampuan) peserta didik.
Penilaian menjawab pertanyaan tentang sebaik apa hasil atau prestasi belajar
seorang peserta didik. Hasil penilaian dapat berupa nilai kualitatif
(pernyataan naratif dalam kata-kata) dan nilai kuantitatif (berupa angka).
Penilaian
pendidikan berdasarkan Permendikbud Nomr 66 Tahun 2013 adalah proses pengumpulan dan pengolahan informasi untuk mengukur
pencapaian hasil belajar peserta didik.
Undang-Undang
Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 1 angka 1
menyatakan bahwa “pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan
suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,
pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan
yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara”. Selanjutnya, Pasal 3
menegaskan bahwa pendidikan nasional “berfungsi mengembangkan kemampuan dan
membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta
didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha
Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi
warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”.
Fungsi dan tujuan
pendidikan nasional tersebut menjadi parameter utama untuk merumuskan Standar
Nasional Pendidikan. Standar Nasional Pendidikan “berfungsi sebagai dasar dalam
perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan pendidikan dalam rangka mewujudkan
pendidikan nasional yang bermutu”. Standar Nasional Pendidikan terdiri atas 8
(delapan) standar, salah satunya adalah Standar Penilaian Pendidikan.
Tujuan
ditetapkannya Standar Penilaian Pendidikan adalah untuk menjamin :
a.
perencanaan
penilaian peserta didik sesuai dengan kompetensi yang akan dicapai dan
berdasarkan prinsip-prinsip penilaian;
b.
pelaksanaan
penilaian peserta didik secara profesional, terbuka, edukatif, efektif,
efisien, dan sesuai dengan konteks sosial budaya; dan
c.
pelaporan hasil
penilaian peserta didik
secara objektif, akuntabel,
dan informatif.
Berdasarkan
Lampiran Permendikbud Nomor 66 Tahun 2013 tentang Standar Penilaian Pendidikan,
yang dimaksud Standar Penilaian Pendidikan adalah kriteria mengenai mekanisme,
prosedur, dan instrumen penilaian hasil belajar peserta didik.
C.
Landasan
Standar Penilaian Pendidikan
1.
Landasan
Filosofis
Menurut BSNP (tt) landasan
filosofis yang melatarbelakangi perlunya standar penilaian adalah bahwa proses
pendidikan merupakan proses untuk mengembangkan potensi peserta didik menjadi
kemampuan dan keterampilan tertentu, hanya saja perlu dipahami bersama bahwa
pada dasarnya tidaklah mudah untuk dapat mengakomodasikan kebutuhan setiap peserta
didik secara tepat dalam proses pendidikan, namun harus pula menjadi pemahaman
bahwa setiap peserta didik harus diperlakukan secara adil dalam proses
pendidikan, termasuk di dalamnya proses penilaian. Untuk itu proses penilaian
yang dilakukan harus memiliki asas keadilan, kesetaraan serta obyektifitas yang
tinggi. Pernyataan tersebut mengandung pengertian bahwa setiap peserta didik
harus diperlakukan sama dan meminimalkan semua bentuk prosedur ataupun tindakan
yang menguntungkan atau merugikan salah satu atau sekelompok peserta didik. Di
samping itu penilaian yang adil harus tidak membedakan latar belakang sosial
ekonomi, budaya, bahasa dan gender.
2.
Landasan
Yuridis
a. Undang-Undang
Dasar (UUD) 1945
b. Undang-Undang
Nomor 20 Tahun 2003
1) Pasal
57 Ayat (1), dinyatakan bahwa evaluasi dilakukan dalam rangka pengendalian mutu
pendidikan secara nasional, sebagai akuntabilitas penyelenggara pendidikan kepada
pihak-pihak yang berkepentingan, kemudian pada Ayat (2) dijelaskan bahwa
evaluasi dilakukan terhadap peserta didik, lembaga, dan program pendidikan pada
jalur formal dan non formal untuk semua jenjang, satuan dan jenis pendidikan.
2) Pasal
58 ayat (1) dijelaskan bahwa evaluasi proses dan hasil belajar peserta didik
dilakukan oleh pendidik untuk memantau proses, kemajuan dan perbaikan hasil
belajar peserta didik secara berkesinambungan, sedang pada ayat (2) menjelaskan
secara lebih jauh bahwa evaluasi peserta didik, satuan pendidikan dan program
pendidikan dilakukan oleh lembaga mandiri secara berkala, menyeluruh,
transparan dan sistemik untuk mencapai standar nasional pendidikan.
c. Peraturan
Pemerintah No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan sebagaimana
telah dirubah dalam Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2013 dan dirubah kedua
dalam Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2015
1) Pasal
63 Ayat (1) dinyatakan bahwa penilaian pendidikan khususnya penilaian hasil
belajar peserta didik pada jenjang pendidikan dasar dan menengah terdiri atas:
a.
Penilaian hasil belajar oleh pendidik;
b.
Penilaian hasil belajar oleh satuan
pendidikan; dan
c.
Penilaian hasil belajar oleh pemerintah.
2) Pasal
64 ayat (1) dan (2) bahwa penilaian hasil belajar yang dilakukan oleh pendidik
dilakukan untuk memantau proses, kemajuan belajar, dan perbaikan hasil belajar
peserta didik secara berkesinambungan, dan digunakan untuk :
a.
Menilai pencapaian kompetensi peserta
didik;
b.
Bahan penyusunan laporan kemajuan hasil
belajar; dan
c.
Memperbaiki proses pembelajaran.
3) Pasal
65 dijelaskan beberapa pokok pikiran mengenai penilaian yang dilakukan oleh
satuan pendidikan, pada ayat (1) dikemukakan secara tegas bahwa penilaian pada
satuan pendidikan sebagaimana dimaksudkan pada pasal 63 ayat (1) butir b;
bertujuan untuk menilai pencapaian standar kompetensi lulusan untuk semua mata
pelajaran. Pada ayat (3) dinyatakan bahwa penilaian hasil belajar sebagaimana
dimaksudkan pada ayat (1) mempertimbangkan hasil penilaian peserta didik oleh pendidik,
sebagaimana dimaksud pada ayat 64. Berikutnya pada ayat (4) dinyatakan bahwa
penilaian hasil belajar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk semua mata
pelajaran dilakukan melalui Ujian Sekolah/Madrasah untuk menentukan kelulusan
peserta didik dari satuan pendidikan.
4) Sedangkan
untuk memberikan penilaian pencapaian kompetensi lulusan secara Nasional pada
kelompok mata pelajaran tertentu menurut Pasal 66, dinyatakan secara tegas; akan dilakukan dalam
bentuk Ujian Nasional yang dilakukan secara obyektif, berkeadilan dan akuntabel
serta diadakan paling sedikit satu kali dalam satu tahun.
d. Permendikbud
Nomor 54 Tahun 2013 tentang Standar Kompetensi Lulusan
e. Permendikbud
Nomor 64 Tahun 2013 tentang Standar Isi
f. Permendikbud
Nomor 65 Tahun 2013 tentang Standar Proses
g. Permendikbud
Nomor 66 Tahun 2013 tentang Standar Penilaian Pendidikan
h. Permendikbud
Nomor 57 tentang Tahun 2013 Struktur Kurikulum SD/MI
i.
Permendikbud Nomor 58 tentang Tahun 2013
Struktur Kurikulum SMP/MTs
j.
Permendikbud Nomor 59 tentang Tahun 2013
Struktur Kurikulum SMA/MA
k. Permendikbud
Nomor 60 Tahun 2013 tentang Struktur Kurikulum SMK/MAK
l.
Permendikbud Nomor 104 Tahun 2014
tentang Penilaian Hasil Belajar oleh Pendidik pada Pendidikan Dasar dan
Pendidikan Menengah
3.
Landasan
Teoritis
Dalam pembelajaran
di suatu satuan pendidikan ada tiga komponen utama pembelajaran yang terkait
satu sama lain dan tidak dapat dipisah-pisahkan sehingga membentuk proses
pembelajaran, yaitu kurikulum, pelaksanaan kegiatan pembelajaran, dan
penilaian. Kurikulum merupakan jabaran dari tujuan pendidikan yang menjadi
landasan program pembelajaran, pelaksanaan kegiatan pembelajaran merupakan
upaya untuk mencapai tujuan yang sudah dirumuskan dalam kurikulum, dan penilaian
dilakukan untuk mengukur dan menilai pencapaian tujuan pembelajaran serta untuk
mengetahui kekuatan dan kelemahan dalam pelaksanaan kegiatan pembelajaran. Oleh
karena itu, kurikulum yang baik dan pelaksanaan kegiatan pembelajaran yang
benar perlu dipersiapkan sistem penilaian yang baik, terencana, dan
kerkesinambungan.
Menurut Arikunto
(2005: 6-8) penilaian terhadap hasil belajar peserta didik perlu dilakukan
karena dalam dunia pendidikan, khususnya dunia persekolahan penilaian hasil
belajar mempunyai makna yang penting, baik bagi peserta didik, guru maupun
sekolah. Makna bagi peserta didik, ada dua kemungkinan yaitu memuaskan
jika memperoleh nilai yang baik, dan tidak memuaskan karena memperoleh nilai
yang tidak memuaskan. Makna bagi guru, berdasarkan hasil nilai
yang diperoleh guru mengetahui peserta didik mana yang sudah berhak
melanjutkan pelajarannya karena sudah mencapai kriteria ketuntasan minimal, tersampaikan dengan baik atau tidaknya materi
pembelajaran, dan mengetahui tercapai tidaknya sasaran strategi pembelajaran
yang digunakan. Makna bagi sekolah, dapat mengetahui bagaimana hasil
belajar peserta didik, sekolah sudah memenuhi standar atau belum, informasi
yang diperoleh dapat dijadikan pertimbangan sekolah untuk menyusun program
pendidikan di sekolah untuk masa yang akan datang.
Standar Penilaian merupakan salah
satu Standar Nasional Pendidikan. Pendidikan memerlukan standarisasi karena
pendidikan merupakan suatu proses yang bertujuan, dan setiap yang bertujuan
sudah barang tentu memerlukan ukuran untuk mengetahui sejauhmana usaha dalam
mencapai tujuan tersebut. Menurut Tilaar (2006: 75-78) dalam konteks pendidikan
nasional Indonesia diperlukan suatu standar yang perlu dicapai dalam kurun
waktu tertentu dalam rangka mewujudkan tujuan pendidikan, karena apabila tidak
patokan atau yardstick yang dijadikan pedoman untuk dicapai maka proses
pendidikan akan kacau balau karena tanpa ada arah yang jelas. Standar
pendidikan juga diperlukan untuk menjamin agar tujuan ideal dari UUD 1945 yaitu
mencerdaskan kehidupan bangsa dapat tercapai. Selain itu, perlunya standarisasi
pendidikan nasional yang di dalamnya juga terdapat standar penilaian pendidikan
didasarkan atas beberapa alasan :
a.
Standarisasi pendidikan nasional merupakan
suatu tuntutan politik. Sebagai negara kesatuan Republik Indonesia, kita
memerlukan standar untuk menilai sejauh mana warga negara Indonesia mempunyai visi
yang sama, sikap, pengetahuan, dan keterampilan untuk mengembangkan kehidupan
berbangsa ini.
b.
Standarisasi pendidikan nasional merupakan
tuntutan globalisasi. Indonesia tidak dapat bersembunyi dan menghindari
persaingan dalam kehidupan global yang semakin tajam, oleh karena itu negara
wajib membekali warga negaranya untuk menghadapi kehidupan global dan
meningkatkan kemampuan supaya tidak menjadi budak bangsa-bangsa lain.
c.
Standarisasi pendidikan nasional merupakan
tuntutan dari kemajuan (progress). Setiap negara tidak menginginkan bangsanya
tertinggal dari bangsa-bangsa lain, oleh karena itu diperlukan sumber daya
manusia yang tinggi agar dapat meningkatkan mutu kehidupan warga negara.
D.
Ruang Lingkup
dan Prosedur Umum Standar Penilaian
1.
Ruang Lingkup Standar
Penilaian
Menurut Peraturan
Pemerintah No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan sebagaimana
telah dirubah dalam Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2013 dan dirubah kedua
dalam Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2015 Pasal 63 Ayat (1) dinyatakan
bahwa penilaian pendidikan khususnya penilaian hasil belajar peserta didik pada
jenjang pendidikan dasar dan menengah terdiri atas:
a. Penilaian
hasil belajar oleh pendidik;
b. Penilaian
hasil belajar oleh satuan pendidikan; dan
c. Penilaian
hasil belajar oleh pemerintah.
Penilaian hasil belajar oleh
pendidik dapat diklasifikasikan dalam beberapa kegiatan yaitu penilaian autentik,
penilaian diri, penilaian berbasis portofolio, ulangan, ulangan harian, ulangan
tengah semester, dan ulangan akhir semester.
Penilaian hasil belajar oleh satuan
pendidikan dilakukan dalam bentuk kegiatan Ujian Tingkat Kompetensi (UTK) dan
Ujian Sekolah/Madrasah. Ujian Tingkat Kompetensi (UTK) merupakan kegiatan
pengukuran untuk mengetahui pencapaian tingkat kompetensi yang meliputi
sejumlah Kompetensi Dasar yang merepresentasikan Kompetensi Inti pada tingkat
kompetensi tersebut. Sedangkan Ujian Sekolah/Madrasah merupakan kegiatan
pengukuran kompetensi selain kompetensi yang diujikan pada UN.
Penilaian hasil belajar oleh pemerintah
dilakukan dalam bentuk kegiatan Ujian Mutu Tingkat Kompetensi (UMTK) dan Ujian
Nasional (UN). Ujian Mutu Tingkat Kompetensi (UMTK) merupakan kegiatan yang
serupa dengan UTK namun dilaksanakan oleh pemerintah. Sedangkan UN merupakan
kegiatan pengukuran kompetensi tertentu yang dicapai peserta didik dalam rangka
menilai pencapaian Standar Nasional Pendidikan, yang dilaksanakan secara
nasional.
Apabila dicermati secara normatif
standar penilaian pendidikan dari ruang lingkup di atas, belum semuanya dapat
terpenuhi. Ada dua kegiatan yang jarang dilakukan atau malah tidak pernah
dilakukan yaitu Ujian Tingkat Kompetensi yang dilakukan oleh satuan pendidikan
dan Ujian Mutu Tingkat Kompetensi yang dilakukan oleh pemerintah.
Adapun ruang lingkup penilaian hasil
belajar peserta didik mencakup kompetensi sikap, pengetahuan, dan keterampilan
yang dilakukan secara berimbang sehingga dapat digunakan untuk menentukan
posisi relatif setiap peserta didik terhadap standar yang telah ditetapkan.
Cakupan penilaian merujuk pada ruang lingkup materi, kompetensi mata
pelajaran/kompetensi muatan/kompetensi program, dan proses. Hal ini senada
dengan penilaian domain hasil belajar yang dikemukakan oleh Benyamin S. Bloom seperti yang dikutip oleh Jamaluddin (tt)
bahwa hasil belajar dapat dikelompokan ke dalam
tiga domain, yaitu kognitif, afektif, dan psikomotor. Setiap domain disusun
menjadi bebarapa jenjang kemampuan. Mulai dari hal yang sederhana sampai dengan
hal yang kompleks, mulai dari hal yang mudah sampai dengan hal yang sukar, dan
mulai dari hal yang kongkrit sampai dengan hal yang abstrak.
a.
Domain
kognitif
§ Pengetahuan (knowledge), yaitu jenjang kemampuan yang
menuntut peserta didik untuk dapat mengenali atau mengetahui adanya konsep,
prinsip, fakta atau istilah tanpa harus mengerti atau dapat menggunakannya.
§ Pemahaman (comprehension) yaitu jenjang kemampuan yang
menuntut peserta didik untuk memahami atau mengerti tentang materi pelajaran
yang disampaikan guru dan dapat meman-faatkannya tanpa harus menghubungkannya dengan hal-hal
lain.
§ Penerapan (application) yaitu jenjang kemampuan yang
menuntut peserta didik untuk menggunakan ide-ide umum , tata cara atau metode
umum dalam situasi baru yang kongkrit.
§ Analisis yaitu jenjang kemampuan menuntut peserta didik
untuk menguraikan suatu situasi atau keadaan tertentu ke dalam unsur-unsur atau
komponen pembentukannya.
§ Sintesis yaitu jenjang kemampuan yang menuntut peserta
didik untuk menghasilkan sesuatu yang baru dengan cara menggabungkan berbagai
faktor.
§ Evaluasi. Jenjang kemampuan yang menuntut peserta didik
untuk dapat mengevaluasi suatu situasi, keadaan, pernyataan atau konsep
berdasarkan kriteria tertentu.
b.
Domain afektif,
yaitu internalisasi sikap yang menunjuk ke arah pertumbuhan batiniah dan
terjadi bila peserta didik menjadi sadar tentang nilai yang diterima, kemudian
mengambil sikap sehingga menjadi bagian dari dirinya dalam membentuk nilai dan
menentukan tingkah laku.
§ Kemampuan menerima (receiving).
§ Kemampuan menanggapi/menjawab (responding)
§ Menilai (valuing)
§ Organisasi (Organizing) kemampuan yang menuntut peserta didik untuk menyatukan
nilai-nilai yang berbeda, memecahkan masalah membentut suatu sistem nilai.
c.
Domain
Psikomotor, yaitu kemampuan peserta didik yang berkaitan dengan
gerakan tubuh atau bagian-bagiannya. Mulai dari gerakan yang sederhana sampai
denggan gerakan yang kompleks.
§ Muscular or motor skill, meliputi : mempertontonkan gerak, menunjukan hasil, melompat, menggerakan, menampilkan.
§ Manipulations of materials or objects, meliputi : mereparasi, menyusun, membersihkan, menggeser,
memindahkan, membentuk.
§ Neuromuscular coordination, meliputi : mengamati, menerapkan, menghubungkan,
menggunakan.
Pada kurikulum 2013 dengan adanya
penilaian autentik pada penilaian hasil belajar oleh pendidik telah mampu
menjawab tuntutan penilaian yang komprehensif terhadap tiga ranah pendidikan yaitu
sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Namun dalam pelaksanaan penilaian hasil
belajar yang dilakukan oleh pemerintah dalam bentuk Ujian Nasional aspek
pengetahuan masih mendominasi format penilaian.
2.
Teknik dan
Instrumen Penilaian
Teknik dan
instrumen yang digunakan untuk penilaian kompetensi sikap, pengetahuan, dan
keterampilan sebagai berikut:
a.
Penilaian
kompetensi sikap
Pendidik melakukan
penilaian kompetensi sikap melalui observasi, penilaian diri, penilaian “teman
sejawat”(peer evaluation) oleh peserta didik dan jurnal. Instrumen yang
digunakan untuk observasi, penilaian diri, dan penilaian antarpeserta didik
adalah daftar cek atau skala penilaian (rating scale) yang disertai
rubrik, sedangkan pada jurnal berupa catatan pendidik.
a.
Observasi
merupakan teknik penilaian yang dilakukan secara berkesinambungan dengan
menggunakan indera, baik secara langsung maupun tidak langsung dengan
menggunakan pedoman observasi yang berisi sejumlah indikator perilaku yang
diamati.
b.
Penilaian diri
merupakan teknik penilaian dengan cara meminta peserta didik untuk mengemukakan
kelebihan dan kekurangan dirinya dalam konteks pencapaian kompetensi. Instrumen
yang digunakan berupa lembar penilaian diri.
c.
Penilaian
antarpeserta didik merupakan teknik penilaian dengan cara meminta peserta didik
untuk saling menilai terkait dengan pencapaian kompetensi. Instrumen yang
digunakan berupa lembar penilaian antarpeserta didik.
d.
Jurnal
merupakan catatan pendidik di dalam dan di luar kelas yang berisi informasi
hasil pengamatan tentang kekuatan dan kelemahan peserta didik yang berkaitan
dengan sikap dan perilaku.
b.
Penilaian
Kompetensi Pengetahuan
Pendidik menilai
kompetensi pengetahuan melalui tes tulis, tes lisan, dan penugasan.
1)
Instrumen tes
tulis berupa soal pilihan ganda, isian, jawaban singkat, benar-salah,
menjodohkan, dan uraian. Instrumen uraian dilengkapi pedoman penskoran.
2)
Instrumen tes
lisan berupa daftar pertanyaan.
3)
Instrumen
penugasan berupa pekerjaan rumah dan/atau projek yang dikerjakan secara
individu atau kelompok sesuai dengan karakteristik tugas.
c.
Penilaian
Kompetensi Keterampilan
Pendidik menilai kompetensi keterampilan
melalui penilaian kinerja, yaitu penilaian yang menuntut peserta didik
mendemonstrasikan suatu kompetensi tertentu dengan menggunakan tes praktik,
projek, dan penilaian portofolio. Instrumen yang digunakan berupa daftar cek
atau skala penilaian (rating scale) yang dilengkapi rubrik.
1)
Tes praktik
adalah penilaian yang menuntut respon berupa keterampilan melakukan suatu
aktivitas atau perilaku sesuai dengan tuntutan kompetensi.
2)
Projek adalah
tugas-tugas belajar (learning tasks) yang meliputi kegiatan perancangan,
pelaksanaan, dan pelaporan secara tertulis maupun lisan dalam waktu tertentu.
3)
Penilaian
portofolio adalah penilaian yang dilakukan dengan cara menilai kumpulan seluruh
karya peserta didik dalam bidang tertentu yang bersifat reflektif-integratif
untuk mengetahui minat, perkembangan, prestasi, dan/atau kreativitas peserta
didik dalam kurun waktu tertentu. Karya tersebut dapat berbentuk tindakan nyata
yang mencerminkan kepedulian peserta didik terhadap lingkungannya.
3.
Mekanisme dan
Prinsip Penilaian
Mekanisme Penilaian
Penilaian hasil belajar dilakukan
dalam bentuk penilaian autentik, penilaian diri, penilaian projek, ulangan
harian, ulangan tengah semester, ulangan akhir semester, ujian tingkat
kompetensi, ujian mutu tingkat kompetensi, ujian sekolah, dan ujian nasional.
a.
Penilaian autentik
dilakukan oleh guru secara berkelanjutan.
b.
Penilaian diri
dilakukan oleh peserta didik untuk tiap kali sebelum ulangan harian.
c.
Penilaian
projek dilakukan oleh pendidik untuk tiap akhir bab atau tema pelajaran.
d.
Ulangan harian
dilakukan oleh pendidik terintegrasi dengan proses pembelajaran dalam bentuk
ulangan atau penugasan.
e.
Ulangan tengah
semester dan ulangan akhir semester, dilakukan oleh pendidik di bawah
koordinasi satuan pendidikan.
f.
Ujian tingkat
kompetensi dilakukan oleh satuan pendidikan pada akhir kelas II (tingkat 1),
kelas IV (tingkat 2), kelas VIII (tingkat 4), dan kelas XI (tingkat 5), dengan
menggunakan kisi-kisi yang disusun oleh Pemerintah. Ujian tingkat kompetensi
pada akhir kelas VI (tingkat 3), kelas IX (tingkat 4A), dan kelas XII (tingkat
6) dilakukan melalui UN.
g.
Ujian Mutu
Tingkat Kompetensi dilakukan dengan metode survei oleh Pemerintah pada akhir
kelas II (tingkat 1), kelas IV (tingkat 2), kelas VIII (tingkat 4), dan kelas
XI (tingkat 5).
h.
Ujian sekolah
dilakukan oleh satuan pendidikan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
i.
Ujian Nasional
dilakukan oleh Pemerintah sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Prinsip
Penilaian
Dalam melaksanakan
penilaian hasil belajar baik pendidik, satuan pendidikan, maupun pemerintah
dituntut untuk memperhatikan dan
melaksanakan prinsip-prinsip penilaian. Prinsip penilaian hasil belajar dalam
kurikulum 2013 sesuai dengan Standar Penilaian Pendidikan adalah:
a.
Objektif,
berarti penilaian berbasis pada standar dan tidak dipengaruhi faktor
subjektivitas penilai.
b.
Terpadu,
berarti penilaian oleh pendidik dilakukan secara terencana, menyatu dengan
kegiatan pembelajaran, dan berkesinambungan.
c.
Ekonomis,
berarti penilaian yang efisien dan efektif dalam perencanaan, pelaksanaan, dan
pelaporannya.
d.
Transparan,
berarti prosedur penilaian, kriteria penilaian, dan dasar pengambilan keputusan
dapat diakses oleh semua pihak.
e.
Akuntabel,
berarti penilaian dapat dipertanggungjawabkan kepada pihak internal sekolah
maupun eksternal untuk aspek teknik, prosedur, dan hasilnya.
f.
Edukatif,
berarti mendidik dan memotivasi peserta didik dan guru.
Prinsip
penilaian pada Standar Penilaian ini kiranya perlu ditambahkan dengan prinsip
bahwa penilaian yang dilakukan harus sesuai dengan tujuan pembelajaran yang
akan dicapai. Hal ini sesuai dengan apa yang dikemukan oleh Sukardi (2008)
bahwa prinsip penilaian dalam pembelajaran adalah :
a.
Penilaian harus
masih dalam kisi-kisi kerja tujuan yang telah ditetapkan;
b.
Penilaian
hendaknya dilaksanakan secara komprehensif;
c.
Penilaian
diselenggarakan dalam proses kooperatif antara guru dan peserta didik;
d.
Penilaian
dilaksanakan dalam proses yang berkesinambungan;
e.
Penilaian harus
peduli dan mempertimbangkan nilai-nilai yang berlaku.
Hal
tersebut juga diperkuat oleh Arikunto (2005) yang berpendapat bahwa prinsip
penilaian merupakan trigulasi yang meliputi tujuan pembelajaran, kegiatan
pembelajaran, dan penilaian.
a.
Hubungan antara
tujuan dengan kegiatan pembelajaran
Kegiatan
pembelajaran yang dirancang dalam bentuk rencana mengajar disusun oleh guru
dengan mengacu pada tujuan yang hendak dicapai. Dengan demikian, anak panah
yang menunjukkan hubungan anatara keduanya mengarah pada tujuan dengan makna
bahwa kegiatan pembelajaran mengacu pada tujuan, tetapi juga mengarah dari
tujuan ke kegiatan pembelajaran yang menunjukkan langkah dari tujuan
dilanjutkan pemikirannya kekegiatan pembelajaran.
b.
Hubungan tujuan
dengan penilaian.
Penilaian
adalah kegiatan pengumpulan data untuk mengukur sejauh mana tujuan sudah
tercapai. Dalam menyusun alat penilaian perlu mengacu pada tujuan yang sudah
dirumuskan.
c.
Hubungan antara
kegiatan pembelajaran dengan penilaian.
Kegiatan
pembelajaran dirancang dan disusun dengan mengacu pada tujuan yang telah
dirumuskan, alat penilaian disusun dengan mengacu pada tujuan, serta mengacu
atau disesuaikan dengan kegiatan pembelajaran yang dilaksanakan.
E.
Penilaian Hasil
Belajar oleh Pendidik dan Penilaian Autentik
Penilaian dalam proses pendidikan
merupakan komponen yang tidak dapat dipisahkan dari komponen lainnya khususnya
pembelajaran. Penilaian merupakan proses pengumpulan dan pengolahan informasi
untuk mengukur pencapaian hasil belajar peserta didik.
Penilaian hasil belajar oleh pendidik dilakukan untuk memantau proses, kemajuan
belajar, dan perbaikan hasil belajar peserta didik secara berkesinambungan.
Penegasan tersebut termaktub dalam Peraturan
Pemerintah Nomor 32
Tahun 2013 tentang
Perubahan Atas Peraturan
Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Penilaian
hasil belajar oleh pendidik memiliki peran antara lain untuk membantu peserta
didik mengetahui capaian pembelajaran (learning outcomes).
Berdasarkan penilaian hasil belajar
oleh pendidik, pendidik dan peserta didik dapat memperoleh informasi
tentang kelemahan dan kekuatan pembelajaran dan belajar. Dengan mengetahui
kelemahan dan kekuatannya, pendidik dan peserta didik memiliki arah yang jelas
mengenai apa yang harus diperbaiki dan dapat melakukan refleksi mengenai apa
yang dilakukannya dalam pembelajaran dan belajar. Selain itu bagi peserta didik
memungkinkan melakukan proses transfer cara belajar tadi untuk mengatasi
kelemahannya (transfer of learning). Sedangkan bagi guru, hasil
penilaian hasil belajar oleh pendidik merupakan alat untuk mewujudkan
akuntabilitas profesionalnya, dan dapat juga digunakan sebagai dasar dan arah
pengembangan pembelajaran remedial atau program pengayaan bagi peserta didik
yang membutuhkan, serta memperbaiki rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) dan
proses pembelajaran pada pertemuan berikutnya.
Pelaksanaan penilaian hasil belajar
oleh pendidik merupakan wujud pelaksanaan tugas profesional pendidik
sebagaimana termaktub dalam Undang-Undang Nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan
Dosen. Penilaian hasil belajar oleh pendidik tidak terlepas dari proses
pembelajaran. Oleh karena itu, penilaian hasil belajar oleh pendidik
menunjukkan kemampuan guru sebagai pendidik profesional.
Dalam konteks pendidikan
berdasarkan standar (standard-based education), kurikulum
berdasarkan kompetensi (competency-based curriculum), dan pendekatan belajar
tuntas (mastery learning) penilaian proses dan hasil belajar
merupakan parameter tingkat pencapaian kompetensi minimal. Untuk itu, berbagai
pendekatan, strategi, metode, teknik, dan model pembelajaran perlu dikembangkan
untuk memfasilitasi peserta didik agar mudah dalam belajar dan mencapai
keberhasilan belajar secara optimal.
Dalam Permendikbud Nomor 104 Tahun
2014 tentang Penilaian Hasil Belajar Peserta Didik oleh Pendidik pada Pendidikan
Dasar dan Menengah dijelaskan bahwa penilaian hasil belajar peserta didik oleh
pendidik adalah proses pengumpulan
informasi/bukti tentang capaian pembelajaran peserta didik dalam kompetensi sikap spiritual
dan sikap sosial, kompetensi pengetahuan, dan kompetensi keterampilan yang
dilakukan secara terencana dan sistematis, selama dan setelah proses
pembelajaran.
Penilaian hasil belajar oleh
pendidik ini bertujuan :
a.
Mengetahui
tingkat penguasaan kompetensi dalam sikap, pengetahuan, dan keterampilan yang
sudah dan belum dikuasai seorang/sekelompok peserta didik untuk ditingkatkan
dalam pembelajaran remedial dan program pengayaan.
b.
Menetapkan
ketuntasan penguasaan kompetensi belajar peserta didik dalam kurun waktu
tertentu, yaitu harian, tengah semesteran, satu semesteran, satu tahunan, dan
masa studi satuan pendidikan.
c.
Menetapkan
program perbaikan atau pengayaan berdasarkan tingkat penguasaan kompetensi bagi
mereka yang diidentifikasi sebagai peserta didik yang lambat atau cepat dalam
belajar dan pencapaian hasil belajar.
d.
Memperbaiki
proses pembelajaran pada pertemuan semester berikutnya.
Penilaian hasil
belajar oleh pendidik dilaksanakan dalam bentuk penilaian autentik dan
non-autentik. Namun pada Pasal 2 ayat (2) ditegaskan bahwa pendekatan utama
dalam penilaian hasil belajar peserta didik oleh pendidik dilaksanakan dengan
penilaian autentik.
Memang yang
menjadi ruh penilaian hasil belajar dalam pelaksanaan kurikulum 2013 adalah
penilaian autentik. Penilaian autentik sebagaimana yang dikutif oleh Farida
(2014), menurut Jon Mueller (2006) merupakan suatu bentuk penilaian yang para peserta
didiknya diminta untuk menampilkan tugas pada situasi yang sesungguhnya yang
mendemonstrasikan penerapan keterampilan dan pengetahuan esensial yang
bermakna. Oleh karena itu penilaian autentik lebih sering dinyatakan
sebagai penilaian berbasis kinerja (performance based assessment) atau
penilaian kinerja (performance assessment). Hal itu diperkuat oleh
Stiggins (2006) bahwa penilaian autentik sinonim dengan penilaian kinerja (performance
assessment). Namun Meyer
(1992) dan Marzano (1993) membedakan penggunaan kedua istilah tersebut, karena
penilaian autentik harus dilakukan pada situasi yang nyata (pada proses
belajar), sedangkan penilaian kinerja bisa saja dilakukan pada konteks yang
diciptakan sengaja untuk mengukur keterampilan tersebut, misalnya dilakukan
setelah proses belajar.
Menurut Yasri
(2014) penilaian autentik
(authentic assessment) adalah pengukuran
yang bermakna secara signifikan atas hasil belajar
peserta didik untuk ranah sikap, keterampilan, dan pengetahuan. Istilah assessment
merupakan sinonim dari penilaian, pengukuran, pengujian, atau
evaluasi. Sedangkan istilah autentik merupakan sinonim dari asli,
nyata, valid, atau reliabel.
Menurut Newmann
dan Wehlage (dalam Johnson :2002)
penilaian autentik akan meningkatkan pembelajaran peserta didik dalam banyak
hal, diantaranya :
a.
Mengungkapkan secara total seberapa baik
pemahaman materi akademik mereka.
b.
Mengungkapkan dan memperkuat penguasaan
kompetensi mereka seperti mengumpulkan informasi, menggunakan sumber daya,
menangani teknologi, dan berpikir sistematis.
c.
Menghubungkan pembelajaran dengan pengalaman mereka
sendiri, dunia mereka, dan masyarakat luas.
d.
Mempertajam keahlian berpikir dalam tingkatan
yang lebih tinggi saat mereka menganalisis, memadukan, mengidentifikasi
masalah, menciptakan solusi, dan mengikuti hubungan sebab-akibat.
e.
Menerima tanggung jawab dan membuat pilihan.
f.
Berhubungan dan bekerja sama dengan orang lain
dalam mengerjakan tugas.
g.
Belajar mengevaluasi tingkat prestasi sendiri.
Penilaian autentik memiliki
relevansi kuat terhadap pendekatan ilmiah dalam pembelajaran sesuai dengan
tuntutan Kurikulum 2013. Penilaian tersebut mampu menggambarkan
peningkatan hasil belajar peserta didik, baik dalam rangka mengobservasi,
menalar, mencoba, membangun jejaring, dan lain-lain. Penilaian autentik
cenderung fokus pada tugas-tugas kompleks atau kontekstual, memungkinkan
peserta didik untuk menunjukkan kompetensi mereka dalam pengaturan yang lebih autentik.
Penilaian autentik merupakan
suatu bentuk tugas yang menghendaki peserta didik untuk menunjukkan
kinerja di dunia nyata secara bermakna, yang merupakan penerapan esensi
pengetahuan dan keterampilan. Penilaian autentik juga menekankan
kemampuan peserta didik untuk mendemonstrasikan pengetahuan yang dimiliki
secara nyata dan bermakna. Kegiatan penilaian tidak sekedar menanyakan atau
menyadap pengetahuan, melainkan kinerja secara nyata dari pengetahuan yang
telah dikuasai sehingga penilaian autentik merupakan penilaian yang
dilakukan secara komprehensif untuk menilai mulai dari masukan (input), proses,dan
keluaran (output) pembelajaran.
Penilaian autentik
bertujuan untuk mengukur berbagai keterampilan dalam berbagai konteks yang
mencerminkan situasi di dunia nyata di mana keterampilan-keterampilan tersebut
digunakan. Misalnya, penugasan kepada peserta didik untuk menulis
topik-topik tertentu sebagaimana halnya di kehidupan nyata, dan berpartisipasi
konkret dalam diskusi atau bedah buku, menulis untuk jurnal, surat, atau
mengedit tulisan sampai siap cetak. Jadi, penilaian model ini menekankan pada
pengukuran kinerja, doing something, melakukan sesuatu yang
merupakan penerapan dari ilmu pengetahuan yang telah dikuasai secara teoretis.
Penilaian autentik lebih
menuntut pembelajar mendemonstrasikan pengetahuan, keterampilan, dan strategi
dengan mengkreasikan jawaban atau produk. Peserta didik tidak sekedar diminta
merespon jawaban seperti dalam tes tradisional, melainkan dituntut untuk mampu
mengkreasikan dan menghasilkan jawaban yang dilatarbelakangi oleh pengetahuan
teoritis.
Dalam melaksanakan penilaian
autentik selain berpegang pada prinsip-prinsip penilaian seperti yang telah
diungkapkan sebelumnya, juga harus memperhatikan prinsip-prinsip khusus yang
termaktub dalam Permendikbud Nomor 104
Tahun 2015 Pasal 4 ayat (6) yang
meliputi :
1.
Materi
penilaian dikembangkan dari kurikulum.
2.
Bersifat lintas
muatan atau mata pelajaran.
3.
Berkaitan
dengan kemampuan peserta didik.
4.
Berbasis
kinerja peserta didik.
5.
Memotivasi
belajar peserta didik.
6.
Menekankan pada
kegiatan dan pengalaman belajar peserta didik.
7.
Memberi
kebebasan peserta didik untuk mengkonstruksi responnya.
8.
Menekankan
keterpaduan sikap, pengetahuan, dan keterampilan.
9.
Mengembangkan
kemampuan berpikir divergen.
10.
Menjadi bagian
yang tidak terpisahkan dari pembelajaran.
11.
Menghendaki
balikan yang segera dan terus menerus.
12.
Menekankan
konteks yang mencerminkan dunia nyata.
13.
Terkait dengan
dunia kerja.
14.
Menggunakan
data yang diperoleh langsung dari dunia nyata.
15.
Menggunakan
berbagai cara dan instrumen.
F.
Ketuntasan Belajar dan Laporan Penilaian
Ketuntasan
Belajar
Ketuntasan Belajar terdiri atas
ketuntasan penguasaan substansi dan ketuntasan belajar dalam konteks kurun
waktu belajar. Ketuntasan penguasaan substansi yaitu ketuntasan belajar KD yang
merupakan tingkat penguasaan peserta didik atas KD tertentu pada tingkat
penguasaan minimal atau di atasnya, sedangkan ketuntasan belajar dalam
konteks kurun waktu belajar terdiri atas ketuntasan dalam setiap semester,
setiap tahun ajaran, dan tingkat satuan pendidikan.
Ketuntasan Belajar dalam satu
semester adalah keberhasilan peserta didik menguasai kompetensi dari sejumlah
mata pelajaran yang diikutinya dalam satu semester. Ketuntasan Belajar dalam
setiap tahun ajaran adalah keberhasilan peserta didik pada semester ganjil dan
genap dalam satu tahun ajaran. Ketuntasan dalam tingkat satuan pendidikan
adalah keberhasilan peserta didik menguasai kompetensi seluruh mata pelajaran
dalam suatu satuan pendidikan untuk menentukan kelulusan peserta didik dari
satuan pendidikan.
Nilai ketuntasan kompetensi sikap
dituangkan dalam bentuk predikat, yakni predikat Sangat Baik (SB), Baik (B),
Cukup (C), dan Kurang (K) sebagaimana tertera pada tabel berikut.
Nilai
Ketuntasan Sikap
|
|
Angka
|
Predikat
|
4
|
Sangat Baik
(SB)
|
3
|
Baik (B)
|
2
|
Cukup (C)
|
1
|
Kurang (K)
|
Ketuntasan Belajar untuk sikap (KD
pada KI-1 dan KI-2) ditetapkan dengan predikat Baik (B).
Nilai ketuntasan kompetensi
pengetahuan dan keterampilan dituangkan dalam bentuk angka dan huruf, yakni
4,00 – 1,00 untuk angka yang ekuivalen dengan huruf A sampai dengan D sebagaimana tertera pada
tabel berikut.
Nilai Ketuntasan
Pengetahuan dan Keterampilan
|
||
Rentang Angka
|
Huruf
|
|
3,85
|
– 4,00
|
A
|
3,51
|
– 3,84
|
A-
|
3,18
|
– 3,50
|
B+
|
2,85
|
– 3,17
|
B
|
2,51
|
– 2,84
|
B-
|
2,18
|
– 2,50
|
C+
|
1,85
|
– 2,17
|
C
|
1,51
|
– 1,84
|
C-
|
1,18
|
– 1,50
|
D+
|
1,00
|
– 1,17
|
D
|
Ketuntasan Belajar untuk pengetahuan
ditetapkan dengan skor rerata 2,67 untuk keterampilan ditetapkan dengan capaian
optimum 2,67.
Khusus untuk SD/MI ketuntasan
sikap, pengetahuan dan keterampilan ditetapkan dalam bentuk deskripsi yang
didasarkan pada modus, skor rerata dan capaian optimum.
Dengan ditetapkannya ketuntasan
belajar baik dalam ranah sikap, pengetahuan, dan keterampilan, pendidik tetap
dituntut untuk menganalisis kriteria ketuntasan minimal dari semua kompetensi
dasar dilihat dari sudut kompleksitas materi, intake peserta didik, dan daya
dukung pembelajaran dengan berpatokan standar minimal ketuntasan belajar di
atas. Bahkan dengan melakukan analisis kriteria ketuntasan minimal tersebut,
pendidik berhak menetapkan ketuntasan belajar lebih tinggi dari ketuntasan belajar
yang telah ditetapkan standar penilaian.
Laporan
Penilaian
Laporan hasil pembelajaran yang dilakukan oleh pendidik dan satuan
pendidikan diajukan dalam bentuk sebagai berikut:
·
Pelaporan oleh
Pendidik
Laporan hasil penilaian oleh pendidik dapat berbentuk laporan hasil
ulangan harian, ulangan tengah semester, ulangan akhir semester.
·
Pelaporan oleh
Satuan Pendidikan
Rapor yang disampaikan oleh pendidik kepada kepala sekolah/madrasah
dan pihak lain yang terkait (misal: wali kelas, guru Bimbingan dan Konseling,
dan orang tua/wali). Pelaporan oleh Satuan Pendidikan meliputi:
a)
hasil
pencapaian kompetensi dan/atau tingkat kompetensi kepada orangtua/wali peserta
didik dalam bentuk buku rapor;
b)
pencapaian
hasil belajar tingkat satuan pendidikan kepada dinas pendidikan kabupaten/kota
dan instansi lain yang terkait; dan
c)
hasil ujian
Tingkat Kompetensi kepada orangtua/wali peserta didik dan dinas pendidikan.
·
Bentuk laporan
capaian hasil belajar untuk rapor SD/MI disampaikan dalam bentuk deskripsi dan
menggunakan prinsip kenaikan kelas otomatis. Sedangkan untuk SMP/MTs, SMA/MA,
dan SMK/MAK hasil belajar yang
dicantumkan dalam Rapor berupa:
a.
untuk ranah
sikap menggunakan skor modus 1,00 – 4,00 dengan predikat Kurang (K), Cukup (C),
Baik (B), dan Sangat Baik (SB);
b.
untuk ranah
pengetahuan menggunakan skor rerata 1,00 – 4,00 dengan predikat D – A.
c.
untuk ranah
keterampilan menggunakan skor optimum 1,00 – 4,00 dengan predikat D – A.
Dan untuk SMP/MTs, SMA/MA, dan SMK/MAK prinsip kenaikan kelas
berdasarkan kriteria yaitu dinyatakan tidak naik kelas apabila hasil belajar
paling sedikit 3 (tiga) mata pelajaran pada kompetensi sikap, pengetahuan, dan
atau keterampilan belum mencapai nilai ketuntasan belajar.
BAB III
KESIMPULAN
DAN PENUTUP
A.
Kesimpulan
1.
Rasionalisasi
standar penilaian pendidikan adalah :
a.
Menjawab
tuntutan pendekatan ilmiah dalam pembelajaran kurikulum 2013 dengan
ditetapkannya standar proses.
b.
Perbaikan penilaian
pada kurikulum terdahulu yang lebih menitikberatkan pada penilaian aspek
pengetahuan dan diarahkan pada penilian yang komprehensif antara aspek sikap,
pengetahuan, dan keterampilan.
c.
Berubahnya
strategi pembelajaran dari yang berpusat kepada pendidik menjadi berpusat pada
peserta didik menuntut perlu pengembangan teknik penilaian hasil belajar yaitu
dengan penilaian otentik
d.
Perbaikan
orientasi penilaian pada hasil belajar kepada proses belajar dan hasil belajar.
2.
Pengertian
standar penilaian pendidikan adalah kriteria mengenai mekanisme, prosedur, dan
instrumen penilaian hasil belajar peserta didik. Sedangkan landasan standar
penilaian pendidikan :
a.
Filosofis
·
Proses pendidikan adalah proses untuk mengembangkan
potensi siswa menjadi kemampuan dan keterampilan tertentu.
·
Proses penilaian yang dilakukan harus memiliki asas keadilan,
kesetaraan serta obyektifitas yang tinggi.
·
Setiap siswa harus diperlakukan sama dan meminimalkan
semua bentuk prosedur ataupun tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah
satu atau sekelompok siswa, penilaian yang adil harus tidak membedakan latar
belakang sosial ekonomi, budaya, bahasa dan gender
b.
Yuridis
·
UUD 1945
·
Undang-Undang
Nomor 20 Tahun 2003
·
PP Nomor 19
Tahun 2007 sebagaimana yang telah dirubah dengan PP Nomor 32 Tahun 2013 dan
dirubah kedua dengan PP Nomor 13 Tahun 2015
·
Permendikbud
Nomor 54 Tahun 2013
·
Permendikbud
Nomor 64 Tahun 2013
·
Permendikbud
Nomor 65 Tahun 2013
·
Permendikbud
Nomor 66 Tahun 2013
·
Permendikbud
Nomor 57 Tahun 2014
·
Permendikbud
Nomor 58 Tahun 2014
·
Permendikbud
Nomor 59 Tahun 2014
·
Permendikbud
Nomor 60 Tahun 2014
·
Permendikbud
Nomor 104 Tahun 2014
c.
Teoritis
·
Penilaian
merupakan bagian integral dalam komponen pembentuk pembelajaran, yaitu
kurikulum, pelaksanaan pembelajaran, dan penilaian pembelajaran.
·
Memberikan
umpan balik bagi perbaikan dan atau peningkatan yang bermakna, baik bagi siswa,
guru, dan satuan pendidikan.
·
Tuntutan dari
standarisasi pendidikan.
3.
Ruang lingkup
standar penilaian pendidikan:
a.
Penilaian hasil belajar oleh pendidik;
b.
Penilaian hasil belajar oleh satuan
pendidikan; dan
c.
Penilaian hasil belajar oleh pemerintah.
Sedangkan
ruang lingkup penilaian hasil belajar peserta didik mencakup kompetensi sikap,
pengetahuan, dan keterampilan yang dilakukan secara berimbang sehingga dapat
digunakan untuk menentukan posisi relatif setiap peserta didik terhadap standar
yang telah ditetapkan.
Prosedur
Umum Standar Penilaian
a.
Teknik dan
instrumen penilaian
·
Penilaian kompetensi
sikap melalui observasi, penilaian diri, penilaian “teman sejawat”(peer
evaluation) oleh peserta didik dan jurnal. Instrumen yang digunakan untuk
observasi, penilaian diri, dan penilaian antarpeserta didik adalah daftar cek
atau skala penilaian (rating scale) yang disertai rubrik, sedangkan pada
jurnal berupa catatan pendidik.
·
Penilaian kompetensi
pengetahuan melalui tes tulis, tes lisan, dan penugasan.
·
Penilaian kompetensi
keterampilan melalui penilaian kinerja, yaitu penilaian yang menuntut peserta
didik mendemonstrasikan suatu kompetensi tertentu dengan menggunakan tes
praktik, projek, dan penilaian portofolio. Instrumen yang digunakan berupa
daftar cek atau skala penilaian (rating scale) yang dilengkapi rubrik.
b.
Mekanisme
penilaian hasil belajar dilakukan dalam bentuk penilaian autentik, penilaian
diri, penilaian projek, ulangan harian, ulangan tengah semester, ulangan akhir
semester, ujian tingkat kompetensi, ujian mutu tingkat kompetensi, ujian
sekolah, dan ujian nasional.
c.
Prinsip
penilaian adalah objektif, terpadu, ekonomis, transparan, akuntabel, edukatif, dan
sesuai dengan tujuan
4.
Penilaian hasil
belajar peserta didik oleh pendidik adalah
proses pengumpulan informasi/bukti tentang capaian pembelajaran peserta didik dalam kompetensi sikap spiritual
dan sikap sosial, kompetensi pengetahuan, dan kompetensi keterampilan yang
dilakukan secara terencana dan sistematis, selama dan setelah proses
pembelajaran, dengan menggunakan teknik penilaian autentik.
5.
Ketuntasan
Belajar terdiri atas ketuntasan penguasaan substansi dan ketuntasan belajar
dalam konteks kurun waktu belajar. Nilai ketuntasan kompetensi sikap dituangkan
dalam bentuk predikat, yakni predikat Sangat Baik (SB), Baik (B), Cukup (C),
dan Kurang (K). Sedangkan nilai ketuntasan kompetensi pengetahuan dan
keterampilan dituangkan dalam bentuk angka dan huruf, yakni 4,00 – 1,00 untuk
angka yang ekuivalen dengan huruf A
sampai dengan D.
Adapun
laporan hasil pembelajaran yang dilakukan oleh pendidik dalam bentuk laporan
hasil ulangan harian, ulangan tengah semester, ulangan akhir semester. Dan
laporan hasil pembelajaran yang dilakukan oleh satuan pendidikan dalam bentuk
rapor dan hasil Ujian Tingkat Kompetensi.
B.
Penutup
Demikian makalah yang dapat kami sampaikan, semoga dapat memberikan
sedikit wawasan kepada teman-teman dan pastinya untuk kami dalam menambah
wawasan dan pemahaman berkenaan dengan standar penilaian pendidikan. Kritik dan
saran sangat kami harapkan dan hargai demi perbaikan makalah ini.
DAFTAR
PUSTAKA
Arikunto, S. 2005. Dasar-dasar
Evaluasi Pendidikan. Jakarta. Bumi Aksara.
BSNP. (tt). Standar Penilain. (Microsoft Office
PowerPoint). Badan Standar Nasional
Pendidikan
Dabbagh,
N. 2007. The Online Learner: Characteristics and Pedagogical Implications. Contemporary
Issues in Technology and Teacher Education.
Virginia. George Mason University.
Farida, Ida. 2014. Tinjauan Teoritik
Penilaian Autentik (Authentic Assessment) Pada Kurikulum 2013. Tersedia : https://faridach.wordpress.com/
2014/01/19/tinjauan-teoritik-penilaian-autentik-authentic-assessment-pada-kurikulum-2013/. Online : 25 April
2015.
Jamaluddin, Dery. tt. Evaluasi
Pembelajaran. Tersedia : http://deryjamaluddin. page.tl/Evaluasi-Pembelajaran.htm. Online : 26 April
2015
Johnson, Elaine B. 2011. Contextual
Teaching Learning ed. Bahasa Indonesia cetakan III. Bandung. Penerbit Kaifa.
Setneg. 2007. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2007.
Jakarta
Setneg. 2013. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2013.
Jakarta
Setneg. 2015. Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2015.
Jakarta
Kemendikbud. 2013. Permendikbud Nomor 66 Tahun 2013,
Jakarta
Kemendikbud. 2014. Permendikbud Nomor 104 Tahun 2014.
Jakarta
Makmun, Abin Syamsuddin. 1996. Anasisi Posisi Pendidikan.
Jakarta. Biro Perencanaan Pendidikan. Depdikbud.
Sudijono, Anas. 2001. Pengantar Evaluasi Pendidikan. Jakarta.
PT. Raja Grapindo Persada.
Sukardi. (2008). Evaluasi
Pendidikan. Jakarta. Bumi Aksara.
Tayibnapis, Farida Yusuf. 2000. Evaluasi Program.
Jakarta. PT. Rineka Cipta
Tilaar, H.A.R. 2006. Standarisasi Pendidikan Nasiona :
Sebuah Tinjauan Kritis. Jakarta. PT. Rineka Cipta
Yasri.
2014. Penilaian Autentik dalam Implementasi Kurikulum 2013 (Jurnal).
Balai Diklat Keagamaan Banjarmasin Kementerian Agama RI
Zainul,
A. dan N. Nasution. 2001. Penilian
Hasil Belajar. Jakarta. Depdiknas.