Kamis, 07 April 2016

STANDAR PENILAIAN (Analisis Kebijakan Standar Penilaian Pendidikan)

STANDAR PENILAIAN  
(ANALISIS KEBIJAKAN STANDAR PENILAIAN PENDIDIKAN)

Oleh : Arifuddin

BAB   I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
             Dalam pembukaan Undang-Undang Dasar (UUD) Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dinyatakan bahwa salah satu tujuan Negara Republik Indonesia adalah mencerdaskan kehidupan bangsa dan untuk itu setiap waraga negara Indonesia berhak memperoleh pendidikan yang bermutu sesuai dengan minat dan bakat yang dimilikinya tanpa memandang status sosial, ras, etnis, agama, dan gender. Pemerataan dan mutu pendidikan akan membuat warga negara memiliki keterampilan hidup (life skill) sehingga memiliki kemampuan mengenal dan mengatasi masalah diri dan lingkungannya, mendorong tegaknya masyarakat madani dan modern yang dijiwai nilai-nilai Pancasila.
             Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional Bab. I Pasal 1 ayat (1) menjelaskan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Potensi diri yang dikembangkan diharapkan dapat menjawab setiap permasalahan dan tantangan pada zamannya.
             Teknologi informasi dan komunikasi berkembang sedemikian cepatnya dan memegang peran stratregis. Abad 21 ditandai dengan peran besar pengaruh teknologi informasi dan komunikasi dalam berbagai aspek kehidupan umat manusia. Itulah sebabnya, abad 21 ini dikenal pula sebagai era informasi. Batas dan sekat antar negara menjadi semakin tidak jelas dan warga negara menyatu dalam warga dunia global, sehingga era sekarang disebut pula sebagai era global. Keberadaan teknologi tersebut telah mengubah cara manusia dalam bertransaksi, membaca, bersenang-senang, berkomunikasi/berbicara, dan termasuk cara dalam belajar. Keberadaan teknologi tersebut juga memungkinkan semua orang, yang memiliki akses terhadap teknologi ini tentunya, dapat memperoleh informasi apa saja, dari mana saja, dimana saja, kapan saja. Ini artinya, semua orang dapat belajar apa saja, kapan saja, dimana saja, dengan siapa saja, dengan cara apa saja. Pembelajaran lebih bersifat terbuka, fleksibel dan terdistribusi (distributed).
             Diberlakukannya Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan  sebagai dasar pemberlakuan Kurikulum 2013, salah satunya diharapkan dapat meningkatkan keterampilan peserta didik dalam menghadapi tantangan abad 21. Dabbagh (2007: 221) memberikan karakteristik keterampilan abad 21 sebagai berikut:
1.   Keterampilan Belajar Sosial; keterampilan ini meliputi kemampuan mengambil keputusan, berkomunikasi, membangun kepercayaan, dan manajemen konflik yang kesemuanya itu merupakan komponen penting atau unsur utama dari kolaborasi yang efektif. Hal ini diperlukan untuk membangun leadership dan menjadi bagian dari suatu tim, dimanapun berada baik sebagai karyawan, maupun sebagai anggota sosial masyarakat baik skala mikro (keluarga) sampai skala internasional
2. Keterampilan Dialogis (Discursive Skills); keterampilan ini meliputi kemampuan mendiskusikan suatu isu secara kritis, berbagi ide dan argumentasi secara rasional dan logis, bernegosiasi dan menunjukkan keterbukaan (berpikiran positif) terhadap berbagai perspektif yang berbeda serta mampu menjadi pendengar efektif.
3.  Keterampilan evaluasi diri dan kelompok (introspeksi); artinya kemampuan diri untuk akuntabel terhadap segala sesuatu yang dibebankan di pundaknya dan timnya, aktif dan komitmen terhadap aktifitas kelompoknya, bekerja dengan penuh tanggung jawab, saling membantu dan saling mengisi. Dalam hal ini, setiap individu harus memiliki kemampuan berpikir sistemik, sehingg setiap permasalahan dilihat dari berbagai perspektif dan tidak mengkambinghitamkan orang lain.
4.  Keterampilan refleksi; ini adalah kemampuan untuk mengambil hikmah/pelajaran dari berbagai hal. Lebih jauh lagi adalah kemampuan untuk melakukan perubahan (membebaskan diri dari status quo), menerima input, masukan dan kritik dari pihak luar, serta memperbaiki diri maupun kelompok secara terus menerus.
             Membangun peserta didik agar memiliki keterampilan abad 21 tersebut merupakan suatu tantangan tersendiri. Paradigma pembelajaran lama sudah tidak bisa lagi dipertahankan. Paradigma pendidikan modern yang lebih bersifat student-centered dan constructive learning sebaiknya segera dilakukan mulai saat ini, mulai dari hal yang kecil/sederhana. Paradigma pembelajaran konvensional berubah. Pembelajaran berpusat pada guru, berubah menjadi pembelajaran berpusat pada peserta didik. Peserta didik mengkonstruk sendiri pengetahuannya, belajar melalui penemuannya dan peserta didik dapat menentukan sendiri tingkat capaian pembelajarannya. Peran guru berkembang menjadi fasilitator. Memfasilitasi peserta didik untuk melakukan pembelajaran. Guru lebih banyak menyiapkan alat bantu (scaffolding) bagi proses pembelajaran, dan memastikan bahwa standar tercapai. Mutu pendidikan dan pembelajaran di sekolah sangat tergantung dari keterampilan dan kemampuan guru dalam mengelola dan memilih metode pembelajaran yang tepat bagi anak didiknya.
             Kurikulum dikembangkan melalui pendekatan pembelajaran yang berpusat pada peserta didik (student-centered learning). Hal ini sesuai dengan tuntutan dunia masa depan anak yang harus memiliki kecakapan berpikir dan belajar (thinking and learning skils). Kecakapan-kecakapan tersebut diantaranya adalah kecakapan memecahkan masalah (problem solving), berpikir kritis (critical thinking), kolaborasi, dan kecakapan berkomunikasi. Semua kecakapan ini bisa dimiliki oleh peserta didik. Guru mengembangkan rencana pembelajaran yang berisi kegiatan-kegiatan yang menantang peserta didik untuk berpikir kritis dalam memecahkan masalah. Kegiatan yang mendorong peserta didik untuk bekerja sama dan berkomunikasi harus tampak dalam setiap rencana pembelajaran yang dibuatnya.
             Selain pendekatan pembelajaran, peserta didik pun harus diberi kesempatan untuk mengembangkan kecakapannya dalam menguasai teknologi informasi dan komunikasi. Literasi teknologi informasi dan komunikasi adalah suatu kemampuan untuk menggunakan teknologi dalam proses pembelajaran untuk mencapai kecakapan berpikir dan belajar peserta didik. Kegiatan-kegiatan yang harus disiapkan oleh guru adalah kegiatan yang memberikan kesempatan pada peserta didik untuk menggunakan teknologi informasi untuk melatih keterampilan berpikir kritisnya dalam memecahkan masalah melalui kolaborasi dan komunikasi dengan teman sejawat, guru-guru, ahli atau orang lain yang memiliki minat yang sama.
             Aspek lain yang tidak kalah pentingnya adalah penilaian (assessment). Guru harus mampu merancang sistem penilaian yang bersifat kontinyu (ongoing assessment) sejak peserta didik melakukan kegiatan, sedang dan setelah selesai melaksanakan kegiatannya. Penilaian bisa diberikan diantara peserta didik sebagai feedback bagi guru dengan rubrik yang telah disiapkan atau berdasarkan kinerja serta produk yang mereka hasilkan.
             Untuk menjawab hal itu semua, maka harus bermuara dari proses pendidikan dan pembelajaran yang dikembangkan ke arah yang lebih baik dan sesuai dengan tuntutan perubahan dan perkembangan zaman. Dan Pemerintah, dalam hal ini Menteri Pendidikan dan Kebudayaan yang bertanggung jawab langsung terhadap Pendidikan Nasional telah mengeluarkan Permendikbud Nomor 54 Tahun 2013 tentang Standar Kompetensi Lulusan Pendidikan Dasar dan Menengah sebagai pengganti Permendiknas Nomor 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah, Permendikbud Nomor 64 Tahun 2013 tentang Standar Isi Pendidikan Dasar dan Menengah sebagai pengganti Permendiknas Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah, Permendikbud Nomor 65 Tahun 2013 tentang Standar Proses Pendidikan Dasar dan Menengah sebagai pengganti Permendiknas Nomor 41 Tahun 2007 tentang Standar Proses untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah, serta Permendikbud Nomor 66 tentang Standar Penilaian Pendidikan sebagai pengganti Permendiknas Nomor 20 Tahun 2007 tentang Standar Penilaian Pendidikan, dalam usaha mengembangkan kurikulum yang dapat menjawab kebutuhan kekinian dan masa akan datang.
                    

BAB   II
PEMBAHASAN

A.    Rasionalisasi Standar Penilaian Pendidikan
             Proses pembelajaran merupakan kegiatan yang berkesinambungan mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan, hingga penilaian hasil pembelajaran. Sebagai komponen yang tidak terpisahkan dalam sebuah pembelajaran, penilaian digunakan guru untuk memperoleh informasi tentang pembelajaran dilakukan.
             Dalam usaha meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia, pemerintah telah memberlakukan kurikulum 2013 pada semua jenjang sekolah. Kurikulum 2013 berbeda dengan kurikulum sebelumnya yaitu pada penerapan pendekatan ilmiah atau pendekatan saintifik dalam pelaksanaan pembelajaran. Saat ini para guru perlu mengembangkan strategi mengajar yang berbeda dengan kurikulum sebelumnya. Di samping itu, guru juga perlu mengembangkan teknik penilaian prestasi belajar peserta didik, yang relevan dengan pendekatan ilmiah. Penilaian ini harus mampu menunjukkan prestasi belajar peserta didik dalam mengamati, eksperimen, sosial networking, dan sebagainya.
             Tanpa bermaksud mendegredasi kurikulum terdahulu, pelaksanaan penilaian yang dilaksanakan dalam pembelajaran lebih banyak berorientasi   pada penilaian aspek pengetahuan atau aspek kognitif semata. Maka pada Kurikulum 2013 sesuai dengan tuntutan Permendikbud Nomor 66 Tahun 2013 tentang Standar Penilaian Pendidikan, pelaksanaan penilaian pendidikan diarahkan pada penilaian yang komprehensif terhadap semua aspek pembelajaran yaitu aspek sikap, pengetahuan, dan keterampilan, yang dikenal dengan penilaian autentik
             Menurut Yasri (2014) penilaian autentik memiliki relevansi terhadap pendekatan ilmiah dalam pembelajaran sesuai tuntutan Kurikulum 2013 yang mampu menggambarkan peningkatan hasil belajar peserta didik, baik dalam rangka mengobservasi, menalar, mencoba, membangun jejaring, dan lain-lain. Penilaian autentik bertujuan untuk mengukur berbagai keterampilan dalam berbagai konteks yang mencerminkan situasi di dunia nyata di mana keterampilan-keterampilan tersebut digunakan.
             Penilaian autentik dalam implementasi kurikulum 2013 mengacu kepada penilaian kompetensi sikap melalui observasi, penilaian diri, penilaian “teman sejawat” (peer evaluation) oleh peserta didik dan jurnal. Penilaian kompetensi pengetahuan melalui tes tulis, tes lisan, dan penugasan. Serta penilaian kompetensi keterampilan melalui penilaian kinerja, yaitu penilaian yang menuntut peserta didik mendemonstrasikan suatu kompetensi tertentu dengan menggunakan tes praktik, projek, dan penilaian portofolio.
             Dengan semakin berkembangnya pendidikan, saat ini guru sebagai fasilitator atau pendidik banyak diharap untuk bisa melakukan pola pendidikan dan pengajaran dengan mengedepankan  high order thingking skill (HOTS), yaitu suatu pola pembelajaran yang mengharuskan fasilitator atau pendidik untuk bisa menciptakan pola interaksi belajar-mengajar yang menuntut peserta didik melakukan pola berfikir tingkat tinggi. Tidak hanya sekedar pada tahap hafalan atau pemahaman, tapi lebih jauh dari itu yaitu berfikir analisis, sintesis, atau bahkan lebih tinggi dari itu. Namun kenyataan di lapangan, masih banyak pendidik yang belum melakukan penilaian sesuai dengan kondisi nyata dan sesuai dengan standar penilaian.
             Selain itu pada kurikulum terdahulu pelaksanaan penilaian lebih diarahkan hanya pada hasil belajar peserta didik, maka pada Kurikulum 2013 dengan penilaian autentik pelaksanaan penilaian tidak hanya diarahkan pada hasil belajar peserta didik, namun proses pembelajaran yang dijalani oleh peserta didik juga diadakan penilaian.
             Penyusunan perencanaan, pelaksanaan proses, dan penilaian merupakan rangkaian program pendidikan yang utuh, dan merupakan satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan satu dengan yang lainnya. Untuk itu model penilaian autentik yang telah dijadikan sebagai acuan dalam penilaian pada Kurikulum 2013 sangat urgen untuk dilaksanakan agar tujuan pendidikan yang diharapkan dapat tercapai dengan baik.
B.     Pengertian Standar Penilaian
           Ada tiga istilah yang digunakan dan perlu disepakati pemakainannya, sebelum disampaikan uraian lebih jauh tentang standar penilaian pendidikan, yaitu evaluasi (evaluation), pengukuran (measurement), dan penilaian (assesment).  Adapun beberapa penjelasan ketiga hal tersebut di atas adalah sebagai berikut:
1.      Evaluasi
            Evaluasi berasal dari kata evaluation, kata tersebut diserap ke dalam pembendaharaan istilah bahasa Indonesia dengan tujuan mempertahankan kata aslinya dengan sedikit penyesuaian lafal Indonesia menjadi “evaluasi”.
            Tayibnapis (2000) mengutip pendapat Ralph Tyler, Cronbach, dan Maclcolm dalam mendefisikan evaluasi. Ralph Tyler mengemukakan bahwa evaluasi adalah proses yang menentukan sejauh mana tujuan pendidikan dapat dicapai. Cronbach berpendapat evaluasi adalah menyediakan informasi untuk pembuat keputusan. Dan Maclcolm mendefinisikan evaluasi sebagai perbedaan apa yang ada dengan suatu standar untuk mengetahui apakah ada selisih.
            Sudijono (2001) mendefinisikan evaluasi sebagai suatu kegiatan atau penentuan nilai pendidikan sehingga dapat diketahui mutu dan hasil-hasilnya.
            Stufflebeam (dalam Makmun. 1996) mengemukakan bahwa: “educational evaluation is the process of delineating, obtaining, and providing useful, information for judging decision alternative”. Dari pandangan Stufflebeam bahwa evaluasi pendidikan merupakan proses penggambaran, pencarian, dan pemberian informasi yang sangat bermanfaat bagi pengambil keputusan dalam menentukan alternatif keputusan.
            Dalam UU No.20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab I Pasal 1 ayat 21 dijelaskan bahwa evaluasi pendidikan adalah kegiatan pengendalian, penjaminan, dan penetapan mutu pendidikan terhadap berbagai komponen pendidikan pada setiap jalur, jenjang, dan jenis pendidikan sebagai bentuk pertanggungjawaban penyelenggaraan pendidikan.
            Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa evaluasi pendidikan adalah proses yang sistematis di dalam mengumpulkan data, menganalisis, menginterpretasi informasi atau data untuk dapat dipakai pemegang keputusan dalam rangka menjawab permasalahan yang muncul demi kemajuan dan penyempurnaan pendidikan
2.      Pengukuran.
            Menurut Arikunto (2005) pengukuran adalah membandingkan sesuatu dengan suatu ukuran. Budi Hatoro mendefinisikan pengukuran atau measurement merupakan suatu proses atau kegiatan untuk menentukan kuatitas sesuatu yang bersifat numerik. Pengukuran lebih bersifat kuantitatif, bahkan merupakan instrumen untuk melakukan penilaian. Sedangkan menurut Akhmad Sudrajat (2008) pengukuran (measurement) adalah proses pemberian angka atau usaha memperoleh deskripsi numerik dari suatu tingkatan di mana seorang peserta didik telah mencapai karakteristik tertentu.
            Dari beberapa pengertian, dapat disimpulkan bahwa pengukuran adalah suatu proses atau kegiatan untuk menentukan kuantitas sesuatu yang bersifat numerik.
3.      Penilaian.
Istilah penilaian merupakan alih bahasa dari istilah  assessment.  Menurut Zainul (2001) penilaian adalah suatu proses untuk mengambil keputusan dengan menggunakan informasi yang diperoleh melalui pengukuran hasil belajar baik yang menggunakan tes maupun nontes. Sedangkan menurut Akhmad Sudrajat (2008) penilaian (assessment) adalah penerapan berbagai cara dan penggunaan beragam alat penilaian untuk memperoleh informasi tentang sejauh mana hasil belajar peserta didik atau ketercapaian kompetensi (rangkaian kemampuan) peserta didik. Penilaian menjawab pertanyaan tentang sebaik apa hasil atau prestasi belajar seorang peserta didik. Hasil penilaian dapat berupa nilai kualitatif (pernyataan naratif dalam kata-kata) dan nilai kuantitatif (berupa angka).
Penilaian pendidikan berdasarkan Permendikbud Nomr 66 Tahun 2013 adalah proses pengumpulan dan pengolahan informasi untuk mengukur pencapaian hasil belajar peserta didik.
            Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 1 angka 1 menyatakan bahwa “pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara”. Selanjutnya, Pasal 3 menegaskan bahwa pendidikan nasional “berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”.
            Fungsi dan tujuan pendidikan nasional tersebut menjadi parameter utama untuk merumuskan Standar Nasional Pendidikan. Standar Nasional Pendidikan “berfungsi sebagai dasar dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan pendidikan dalam rangka mewujudkan pendidikan nasional yang bermutu”. Standar Nasional Pendidikan terdiri atas 8 (delapan) standar, salah satunya adalah Standar Penilaian Pendidikan.
            Tujuan ditetapkannya Standar Penilaian Pendidikan adalah untuk menjamin :
a.       perencanaan penilaian peserta didik sesuai dengan kompetensi yang akan dicapai dan berdasarkan prinsip-prinsip penilaian;
b.      pelaksanaan penilaian peserta didik secara profesional, terbuka, edukatif, efektif, efisien, dan sesuai dengan konteks sosial budaya; dan
c.       pelaporan  hasil  penilaian  peserta  didik  secara  objektif,  akuntabel,  dan informatif.
            Berdasarkan Lampiran Permendikbud Nomor 66 Tahun 2013 tentang Standar Penilaian Pendidikan, yang dimaksud Standar Penilaian Pendidikan adalah kriteria mengenai mekanisme, prosedur, dan instrumen penilaian hasil belajar peserta didik.
           
C.    Landasan Standar Penilaian Pendidikan
1.      Landasan Filosofis
            Menurut BSNP (tt) landasan filosofis yang melatarbelakangi perlunya standar penilaian adalah bahwa proses pendidikan merupakan proses untuk mengembangkan potensi peserta didik menjadi kemampuan dan keterampilan tertentu, hanya saja perlu dipahami bersama bahwa pada dasarnya tidaklah mudah untuk dapat mengakomodasikan kebutuhan setiap peserta didik secara tepat dalam proses pendidikan, namun harus pula menjadi pemahaman bahwa setiap peserta didik harus diperlakukan secara adil dalam proses pendidikan, termasuk di dalamnya proses penilaian. Untuk itu proses penilaian yang dilakukan harus memiliki asas keadilan, kesetaraan serta obyektifitas yang tinggi. Pernyataan tersebut mengandung pengertian bahwa setiap peserta didik harus diperlakukan sama dan meminimalkan semua bentuk prosedur ataupun tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu atau sekelompok peserta didik. Di samping itu penilaian yang adil harus tidak membedakan latar belakang sosial ekonomi, budaya, bahasa dan gender.
2.      Landasan Yuridis
a.       Undang-Undang Dasar (UUD) 1945
b.      Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003
1)      Pasal 57 Ayat (1), dinyatakan bahwa evaluasi dilakukan dalam rangka pengendalian mutu pendidikan secara nasional, sebagai akuntabilitas penyelenggara pendidikan kepada pihak-pihak yang berkepentingan, kemudian pada Ayat (2) dijelaskan bahwa evaluasi dilakukan terhadap peserta didik, lembaga, dan program pendidikan pada jalur formal dan non formal untuk semua jenjang, satuan dan jenis pendidikan.
2)      Pasal 58 ayat (1) dijelaskan bahwa evaluasi proses dan hasil belajar peserta didik dilakukan oleh pendidik untuk memantau proses, kemajuan dan perbaikan hasil belajar peserta didik secara berkesinambungan, sedang pada ayat (2) menjelaskan secara lebih jauh bahwa evaluasi peserta didik, satuan pendidikan dan program pendidikan dilakukan oleh lembaga mandiri secara berkala, menyeluruh, transparan dan sistemik untuk mencapai standar nasional pendidikan.
c.       Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan sebagaimana telah dirubah dalam Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2013 dan dirubah kedua dalam Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2015
1)      Pasal 63 Ayat (1) dinyatakan bahwa penilaian pendidikan khususnya penilaian hasil belajar peserta didik pada jenjang pendidikan dasar dan menengah terdiri atas:
a.         Penilaian hasil belajar oleh pendidik;
b.        Penilaian hasil belajar oleh satuan pendidikan; dan
c.         Penilaian hasil belajar oleh pemerintah.
2)      Pasal 64 ayat (1) dan (2) bahwa penilaian hasil belajar yang dilakukan oleh pendidik dilakukan untuk memantau proses, kemajuan belajar, dan perbaikan hasil belajar peserta didik secara berkesinambungan, dan digunakan untuk :
a.         Menilai pencapaian kompetensi peserta didik;
b.        Bahan penyusunan laporan kemajuan hasil belajar; dan
c.         Memperbaiki proses pembelajaran.
3)      Pasal 65 dijelaskan beberapa pokok pikiran mengenai penilaian yang dilakukan oleh satuan pendidikan, pada ayat (1) dikemukakan secara tegas bahwa penilaian pada satuan pendidikan sebagaimana dimaksudkan pada pasal 63 ayat (1) butir b; bertujuan untuk menilai pencapaian standar kompetensi lulusan untuk semua mata pelajaran. Pada ayat (3) dinyatakan bahwa penilaian hasil belajar sebagaimana dimaksudkan pada ayat (1) mempertimbangkan hasil penilaian peserta didik oleh pendidik, sebagaimana dimaksud pada ayat 64. Berikutnya pada ayat (4) dinyatakan bahwa penilaian hasil belajar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk semua mata pelajaran dilakukan melalui Ujian Sekolah/Madrasah untuk menentukan kelulusan peserta didik dari satuan pendidikan.
4)      Sedangkan untuk memberikan penilaian pencapaian kompetensi lulusan secara Nasional pada kelompok mata pelajaran tertentu menurut Pasal 66,  dinyatakan secara tegas; akan dilakukan dalam bentuk Ujian Nasional yang dilakukan secara obyektif, berkeadilan dan akuntabel serta diadakan paling sedikit satu kali dalam satu tahun.
d.      Permendikbud Nomor 54 Tahun 2013 tentang Standar Kompetensi Lulusan
e.       Permendikbud Nomor 64 Tahun 2013 tentang Standar Isi
f.       Permendikbud Nomor 65 Tahun 2013 tentang Standar Proses
g.       Permendikbud Nomor 66 Tahun 2013 tentang Standar Penilaian Pendidikan
h.      Permendikbud Nomor 57 tentang Tahun 2013 Struktur Kurikulum SD/MI
i.        Permendikbud Nomor 58 tentang Tahun 2013 Struktur Kurikulum SMP/MTs
j.        Permendikbud Nomor 59 tentang Tahun 2013 Struktur Kurikulum SMA/MA
k.      Permendikbud Nomor 60 Tahun 2013 tentang Struktur Kurikulum SMK/MAK
l.        Permendikbud Nomor 104 Tahun 2014 tentang Penilaian Hasil Belajar oleh Pendidik pada Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah
3.      Landasan Teoritis
            Dalam pembelajaran di suatu satuan pendidikan ada tiga komponen utama pembelajaran yang terkait satu sama lain dan tidak dapat dipisah-pisahkan sehingga membentuk proses pembelajaran, yaitu kurikulum, pelaksanaan kegiatan pembelajaran, dan penilaian. Kurikulum merupakan jabaran dari tujuan pendidikan yang menjadi landasan program pembelajaran, pelaksanaan kegiatan pembelajaran merupakan upaya untuk mencapai tujuan yang sudah dirumuskan dalam kurikulum, dan penilaian dilakukan untuk mengukur dan menilai pencapaian tujuan pembelajaran serta untuk mengetahui kekuatan dan kelemahan dalam pelaksanaan kegiatan pembelajaran. Oleh karena itu, kurikulum yang baik dan pelaksanaan kegiatan pembelajaran yang benar perlu dipersiapkan sistem penilaian yang baik, terencana, dan kerkesinambungan.
            Menurut Arikunto (2005: 6-8) penilaian terhadap hasil belajar peserta didik perlu dilakukan karena dalam dunia pendidikan, khususnya dunia persekolahan penilaian hasil belajar mempunyai makna yang penting, baik bagi peserta didik, guru maupun sekolah. Makna bagi peserta didik, ada dua kemungkinan yaitu memuaskan jika memperoleh nilai yang baik, dan tidak memuaskan karena memperoleh nilai yang tidak memuaskan. Makna bagi guru, berdasarkan hasil  nilai yang  diperoleh guru mengetahui peserta didik mana yang sudah berhak melanjutkan pelajarannya karena sudah mencapai kriteria ketuntasan minimal,  tersampaikan dengan baik atau tidaknya materi pembelajaran, dan mengetahui tercapai tidaknya sasaran strategi pembelajaran yang digunakan. Makna bagi sekolah, dapat mengetahui bagaimana hasil belajar peserta didik, sekolah sudah memenuhi standar atau belum, informasi yang diperoleh dapat dijadikan pertimbangan sekolah untuk menyusun program pendidikan di sekolah untuk masa yang akan datang.
            Standar Penilaian merupakan salah satu Standar Nasional Pendidikan. Pendidikan memerlukan standarisasi karena pendidikan merupakan suatu proses yang bertujuan, dan setiap yang bertujuan sudah barang tentu memerlukan ukuran untuk mengetahui sejauhmana usaha dalam mencapai tujuan tersebut. Menurut Tilaar (2006: 75-78) dalam konteks pendidikan nasional Indonesia diperlukan suatu standar yang perlu dicapai dalam kurun waktu tertentu dalam rangka mewujudkan tujuan pendidikan, karena apabila tidak patokan atau yardstick yang dijadikan pedoman untuk dicapai maka proses pendidikan akan kacau balau karena tanpa ada arah yang jelas. Standar pendidikan juga diperlukan untuk menjamin agar tujuan ideal dari UUD 1945 yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa dapat tercapai. Selain itu, perlunya standarisasi pendidikan nasional yang di dalamnya juga terdapat standar penilaian pendidikan didasarkan atas beberapa alasan :
a.       Standarisasi pendidikan nasional merupakan suatu tuntutan politik. Sebagai negara kesatuan Republik Indonesia, kita memerlukan standar untuk menilai sejauh mana warga negara Indonesia mempunyai visi yang sama, sikap, pengetahuan, dan keterampilan untuk mengembangkan kehidupan berbangsa ini.
b.      Standarisasi pendidikan nasional merupakan tuntutan globalisasi. Indonesia tidak dapat bersembunyi dan menghindari persaingan dalam kehidupan global yang semakin tajam, oleh karena itu negara wajib membekali warga negaranya untuk menghadapi kehidupan global dan meningkatkan kemampuan supaya tidak menjadi budak bangsa-bangsa lain.
c.       Standarisasi pendidikan nasional merupakan tuntutan dari kemajuan (progress). Setiap negara tidak menginginkan bangsanya tertinggal dari bangsa-bangsa lain, oleh karena itu diperlukan sumber daya manusia yang tinggi agar dapat meningkatkan mutu kehidupan warga negara.

D.    Ruang Lingkup dan Prosedur Umum Standar Penilaian
1.      Ruang Lingkup Standar Penilaian
            Menurut Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan sebagaimana telah dirubah dalam Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2013 dan dirubah kedua dalam Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2015 Pasal 63 Ayat (1) dinyatakan bahwa penilaian pendidikan khususnya penilaian hasil belajar peserta didik pada jenjang pendidikan dasar dan menengah terdiri atas:
a.    Penilaian hasil belajar oleh pendidik;
b.    Penilaian hasil belajar oleh satuan pendidikan; dan
c.    Penilaian hasil belajar oleh pemerintah.
            Penilaian hasil belajar oleh pendidik dapat diklasifikasikan dalam beberapa kegiatan yaitu penilaian autentik, penilaian diri, penilaian berbasis portofolio, ulangan, ulangan harian, ulangan tengah semester, dan ulangan akhir semester.
            Penilaian hasil belajar oleh satuan pendidikan dilakukan dalam bentuk kegiatan Ujian Tingkat Kompetensi (UTK) dan Ujian Sekolah/Madrasah. Ujian Tingkat Kompetensi (UTK) merupakan kegiatan pengukuran untuk mengetahui pencapaian tingkat kompetensi yang meliputi sejumlah Kompetensi Dasar yang merepresentasikan Kompetensi Inti pada tingkat kompetensi tersebut. Sedangkan Ujian Sekolah/Madrasah merupakan kegiatan pengukuran kompetensi selain kompetensi yang diujikan pada UN.
            Penilaian hasil belajar oleh pemerintah dilakukan dalam bentuk kegiatan Ujian Mutu Tingkat Kompetensi (UMTK) dan Ujian Nasional (UN). Ujian Mutu Tingkat Kompetensi (UMTK) merupakan kegiatan yang serupa dengan UTK namun dilaksanakan oleh pemerintah. Sedangkan UN merupakan kegiatan pengukuran kompetensi tertentu yang dicapai peserta didik dalam rangka menilai pencapaian Standar Nasional Pendidikan, yang dilaksanakan secara nasional.
            Apabila dicermati secara normatif standar penilaian pendidikan dari ruang lingkup di atas, belum semuanya dapat terpenuhi. Ada dua kegiatan yang jarang dilakukan atau malah tidak pernah dilakukan yaitu Ujian Tingkat Kompetensi yang dilakukan oleh satuan pendidikan dan Ujian Mutu Tingkat Kompetensi yang dilakukan oleh pemerintah.
            Adapun ruang lingkup penilaian hasil belajar peserta didik mencakup kompetensi sikap, pengetahuan, dan keterampilan yang dilakukan secara berimbang sehingga dapat digunakan untuk menentukan posisi relatif setiap peserta didik terhadap standar yang telah ditetapkan. Cakupan penilaian merujuk pada ruang lingkup materi, kompetensi mata pelajaran/kompetensi muatan/kompetensi program, dan proses. Hal ini senada dengan penilaian domain hasil belajar yang dikemukakan oleh Benyamin S. Bloom  seperti yang dikutip oleh Jamaluddin (tt) bahwa hasil belajar dapat dikelompokan ke dalam tiga domain, yaitu kognitif, afektif, dan psikomotor. Setiap domain disusun menjadi bebarapa jenjang kemampuan. Mulai dari hal yang sederhana sampai dengan hal yang kompleks, mulai dari hal yang mudah sampai dengan hal yang sukar, dan mulai dari hal yang kongkrit sampai dengan hal yang abstrak.
a.       Domain kognitif
§  Pengetahuan (knowledge), yaitu jenjang kemampuan yang menuntut peserta didik untuk dapat mengenali atau mengetahui adanya konsep, prinsip, fakta atau istilah tanpa harus mengerti atau dapat menggunakannya.
§  Pemahaman (comprehension) yaitu jenjang kemampuan yang menuntut peserta didik untuk memahami atau mengerti tentang materi pelajaran yang disampaikan guru dan dapat meman-faatkannya tanpa harus menghubungkannya dengan hal-hal lain.
§  Penerapan (application) yaitu jenjang kemampuan yang menuntut peserta didik untuk menggunakan ide-ide umum , tata cara atau metode umum dalam situasi baru yang kongkrit.
§  Analisis yaitu jenjang kemampuan menuntut peserta didik untuk menguraikan suatu situasi atau keadaan tertentu ke dalam unsur-unsur atau komponen pembentukannya.
§  Sintesis yaitu jenjang kemampuan yang menuntut peserta didik untuk menghasilkan sesuatu yang baru dengan cara menggabungkan berbagai faktor.
§  Evaluasi. Jenjang kemampuan yang menuntut peserta didik untuk dapat mengevaluasi suatu situasi, keadaan, pernyataan atau konsep berdasarkan kriteria tertentu.
b.      Domain afektif, yaitu internalisasi sikap yang menunjuk ke arah pertumbuhan batiniah dan terjadi bila peserta didik menjadi sadar tentang nilai yang diterima, kemudian mengambil sikap sehingga menjadi bagian dari dirinya dalam membentuk nilai dan menentukan tingkah laku.
§  Kemampuan menerima (receiving).
§  Kemampuan menanggapi/menjawab (responding)
§  Menilai (valuing)
§  Organisasi (Organizing) kemampuan yang menuntut peserta didik untuk menyatukan nilai-nilai yang berbeda, memecahkan masalah membentut suatu sistem nilai.
c.       Domain Psikomotor, yaitu kemampuan peserta didik yang berkaitan dengan gerakan tubuh atau bagian-bagiannya. Mulai dari gerakan yang sederhana sampai denggan gerakan yang kompleks.
§  Muscular or motor skill, meliputi : mempertontonkan gerak, menunjukan hasil, melompat, menggerakan, menampilkan.
§  Manipulations of materials or objects, meliputi : mereparasi, menyusun, membersihkan, menggeser, memindahkan, membentuk.
§  Neuromuscular coordination, meliputi : mengamati, menerapkan, menghubungkan, menggunakan.
            Pada kurikulum 2013 dengan adanya penilaian autentik pada penilaian hasil belajar oleh pendidik telah mampu menjawab tuntutan penilaian yang komprehensif terhadap tiga ranah pendidikan yaitu sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Namun dalam pelaksanaan penilaian hasil belajar yang dilakukan oleh pemerintah dalam bentuk Ujian Nasional aspek pengetahuan masih mendominasi format penilaian.

2.      Teknik dan Instrumen Penilaian
            Teknik dan instrumen yang digunakan untuk penilaian kompetensi sikap, pengetahuan, dan keterampilan sebagai berikut:
a.       Penilaian kompetensi sikap
      Pendidik melakukan penilaian kompetensi sikap melalui observasi, penilaian diri, penilaian “teman sejawat”(peer evaluation) oleh peserta didik dan jurnal. Instrumen yang digunakan untuk observasi, penilaian diri, dan penilaian antarpeserta didik adalah daftar cek atau skala penilaian (rating scale) yang disertai rubrik, sedangkan pada jurnal berupa catatan pendidik.
a.       Observasi merupakan teknik penilaian yang dilakukan secara berkesinambungan dengan menggunakan indera, baik secara langsung maupun tidak langsung dengan menggunakan pedoman observasi yang berisi sejumlah indikator perilaku yang diamati.
b.      Penilaian diri merupakan teknik penilaian dengan cara meminta peserta didik untuk mengemukakan kelebihan dan kekurangan dirinya dalam konteks pencapaian kompetensi. Instrumen yang digunakan berupa lembar penilaian diri.
c.       Penilaian antarpeserta didik merupakan teknik penilaian dengan cara meminta peserta didik untuk saling menilai terkait dengan pencapaian kompetensi. Instrumen yang digunakan berupa lembar penilaian antarpeserta didik.
d.      Jurnal merupakan catatan pendidik di dalam dan di luar kelas yang berisi informasi hasil pengamatan tentang kekuatan dan kelemahan peserta didik yang berkaitan dengan sikap dan perilaku.
b.      Penilaian Kompetensi Pengetahuan
       Pendidik menilai kompetensi pengetahuan melalui tes tulis, tes lisan, dan penugasan.
1)        Instrumen tes tulis berupa soal pilihan ganda, isian, jawaban singkat, benar-salah, menjodohkan, dan uraian. Instrumen uraian dilengkapi pedoman penskoran.
2)        Instrumen tes lisan berupa daftar pertanyaan.
3)        Instrumen penugasan berupa pekerjaan rumah dan/atau projek yang dikerjakan secara individu atau kelompok sesuai dengan karakteristik tugas.
c.       Penilaian Kompetensi Keterampilan
       Pendidik menilai kompetensi keterampilan melalui penilaian kinerja, yaitu penilaian yang menuntut peserta didik mendemonstrasikan suatu kompetensi tertentu dengan menggunakan tes praktik, projek, dan penilaian portofolio. Instrumen yang digunakan berupa daftar cek atau skala penilaian (rating scale) yang dilengkapi rubrik.
1)        Tes praktik adalah penilaian yang menuntut respon berupa keterampilan melakukan suatu aktivitas atau perilaku sesuai dengan tuntutan kompetensi.
2)        Projek adalah tugas-tugas belajar (learning tasks) yang meliputi kegiatan perancangan, pelaksanaan, dan pelaporan secara tertulis maupun lisan dalam waktu tertentu.
3)        Penilaian portofolio adalah penilaian yang dilakukan dengan cara menilai kumpulan seluruh karya peserta didik dalam bidang tertentu yang bersifat reflektif-integratif untuk mengetahui minat, perkembangan, prestasi, dan/atau kreativitas peserta didik dalam kurun waktu tertentu. Karya tersebut dapat berbentuk tindakan nyata yang mencerminkan kepedulian peserta didik terhadap lingkungannya.
3.      Mekanisme dan Prinsip Penilaian
Mekanisme Penilaian
Penilaian hasil belajar dilakukan dalam bentuk penilaian autentik, penilaian diri, penilaian projek, ulangan harian, ulangan tengah semester, ulangan akhir semester, ujian tingkat kompetensi, ujian mutu tingkat kompetensi, ujian sekolah, dan ujian nasional.
a.    Penilaian autentik dilakukan oleh guru secara berkelanjutan.
b.    Penilaian diri dilakukan oleh peserta didik untuk tiap kali sebelum ulangan harian.
c.    Penilaian projek dilakukan oleh pendidik untuk tiap akhir bab atau tema pelajaran.
d.   Ulangan harian dilakukan oleh pendidik terintegrasi dengan proses pembelajaran dalam bentuk ulangan atau penugasan.
e.    Ulangan tengah semester dan ulangan akhir semester, dilakukan oleh pendidik di bawah koordinasi satuan pendidikan.
f.     Ujian tingkat kompetensi dilakukan oleh satuan pendidikan pada akhir kelas II (tingkat 1), kelas IV (tingkat 2), kelas VIII (tingkat 4), dan kelas XI (tingkat 5), dengan menggunakan kisi-kisi yang disusun oleh Pemerintah. Ujian tingkat kompetensi pada akhir kelas VI (tingkat 3), kelas IX (tingkat 4A), dan kelas XII (tingkat 6) dilakukan melalui UN.
g.    Ujian Mutu Tingkat Kompetensi dilakukan dengan metode survei oleh Pemerintah pada akhir kelas II (tingkat 1), kelas IV (tingkat 2), kelas VIII (tingkat 4), dan kelas XI (tingkat 5).
h.    Ujian sekolah dilakukan oleh satuan pendidikan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
i.      Ujian Nasional dilakukan oleh Pemerintah sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Prinsip Penilaian
            Dalam melaksanakan penilaian hasil belajar baik pendidik, satuan pendidikan, maupun pemerintah dituntut untuk  memperhatikan dan melaksanakan prinsip-prinsip penilaian. Prinsip penilaian hasil belajar dalam kurikulum 2013 sesuai dengan Standar Penilaian Pendidikan adalah:
a.       Objektif, berarti penilaian berbasis pada standar dan tidak dipengaruhi faktor subjektivitas penilai.
b.      Terpadu, berarti penilaian oleh pendidik dilakukan secara terencana, menyatu dengan kegiatan pembelajaran, dan berkesinambungan.
c.       Ekonomis, berarti penilaian yang efisien dan efektif dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pelaporannya.
d.      Transparan, berarti prosedur penilaian, kriteria penilaian, dan dasar pengambilan keputusan dapat diakses oleh semua pihak.
e.       Akuntabel, berarti penilaian dapat dipertanggungjawabkan kepada pihak internal sekolah maupun eksternal untuk aspek teknik, prosedur, dan hasilnya.
f.       Edukatif, berarti mendidik dan memotivasi peserta didik dan guru.
            Prinsip penilaian pada Standar Penilaian ini kiranya perlu ditambahkan dengan prinsip bahwa penilaian yang dilakukan harus sesuai dengan tujuan pembelajaran yang akan dicapai. Hal ini sesuai dengan apa yang dikemukan oleh Sukardi (2008) bahwa prinsip penilaian dalam pembelajaran adalah :
a.       Penilaian harus masih dalam kisi-kisi kerja tujuan yang telah ditetapkan;
b.      Penilaian hendaknya dilaksanakan secara komprehensif;
c.       Penilaian diselenggarakan dalam proses kooperatif antara guru dan peserta didik;
d.      Penilaian dilaksanakan dalam proses yang berkesinambungan;
e.       Penilaian harus peduli dan mempertimbangkan nilai-nilai yang berlaku.
            Hal tersebut juga diperkuat oleh Arikunto (2005) yang berpendapat bahwa prinsip penilaian merupakan trigulasi yang meliputi tujuan pembelajaran, kegiatan pembelajaran, dan penilaian.
a.       Hubungan antara tujuan dengan kegiatan pembelajaran
Kegiatan pembelajaran yang dirancang dalam bentuk rencana mengajar disusun oleh guru dengan mengacu pada tujuan yang hendak dicapai. Dengan demikian, anak panah yang menunjukkan hubungan anatara keduanya mengarah pada tujuan dengan makna bahwa kegiatan pembelajaran mengacu pada tujuan, tetapi juga mengarah dari tujuan ke kegiatan pembelajaran yang menunjukkan langkah dari tujuan dilanjutkan pemikirannya kekegiatan pembelajaran.
b.      Hubungan tujuan dengan penilaian.
Penilaian adalah kegiatan pengumpulan data untuk mengukur sejauh mana tujuan sudah tercapai. Dalam menyusun alat penilaian perlu mengacu pada tujuan yang sudah dirumuskan.
c.       Hubungan antara kegiatan pembelajaran dengan penilaian.
Kegiatan pembelajaran dirancang dan disusun dengan mengacu pada tujuan yang telah dirumuskan, alat penilaian disusun dengan mengacu pada tujuan, serta mengacu atau disesuaikan dengan kegiatan pembelajaran yang dilaksanakan.

E.     Penilaian Hasil Belajar oleh Pendidik dan Penilaian Autentik
             Penilaian dalam proses pendidikan merupakan komponen yang tidak dapat dipisahkan dari komponen lainnya khususnya pembelajaran. Penilaian merupakan proses pengumpulan dan pengolahan informasi untuk mengukur pencapaian hasil belajar peserta didik. Penilaian hasil belajar oleh pendidik dilakukan untuk memantau proses, kemajuan belajar, dan perbaikan hasil belajar peserta didik secara berkesinambungan. Penegasan tersebut termaktub dalam Peraturan  Pemerintah  Nomor  32  Tahun  2013  tentang  Perubahan  Atas Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Penilaian hasil belajar oleh pendidik memiliki peran antara lain untuk membantu peserta didik mengetahui capaian pembelajaran (learning outcomes).
             Berdasarkan penilaian hasil belajar oleh pendidik, pendidik dan peserta didik dapat memperoleh informasi tentang kelemahan dan kekuatan pembelajaran dan belajar. Dengan mengetahui kelemahan dan kekuatannya, pendidik dan peserta didik memiliki arah yang jelas mengenai apa yang harus diperbaiki dan dapat melakukan refleksi mengenai apa yang dilakukannya dalam pembelajaran dan belajar. Selain itu bagi peserta didik memungkinkan melakukan proses transfer cara belajar tadi untuk mengatasi kelemahannya (transfer of learning). Sedangkan bagi guru, hasil penilaian hasil belajar oleh pendidik merupakan alat untuk mewujudkan akuntabilitas profesionalnya, dan dapat juga digunakan sebagai dasar dan arah pengembangan pembelajaran remedial atau program pengayaan bagi peserta didik yang membutuhkan, serta memperbaiki rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) dan proses pembelajaran pada pertemuan berikutnya.
             Pelaksanaan penilaian hasil belajar oleh pendidik merupakan wujud pelaksanaan tugas profesional pendidik sebagaimana termaktub dalam Undang-Undang Nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. Penilaian hasil belajar oleh pendidik tidak terlepas dari proses pembelajaran. Oleh karena itu, penilaian hasil belajar oleh pendidik menunjukkan kemampuan guru sebagai pendidik profesional.
             Dalam konteks pendidikan berdasarkan standar (standard-based education), kurikulum berdasarkan kompetensi (competency-based curriculum), dan pendekatan belajar tuntas (mastery learning) penilaian proses dan hasil belajar merupakan parameter tingkat pencapaian kompetensi minimal. Untuk itu, berbagai pendekatan, strategi, metode, teknik, dan model pembelajaran perlu dikembangkan untuk memfasilitasi peserta didik agar mudah dalam belajar dan mencapai keberhasilan belajar secara optimal.
             Dalam Permendikbud Nomor 104 Tahun 2014 tentang Penilaian Hasil Belajar  Peserta Didik oleh Pendidik pada Pendidikan Dasar dan Menengah dijelaskan bahwa penilaian hasil belajar peserta didik oleh pendidik adalah  proses pengumpulan informasi/bukti tentang capaian pembelajaran  peserta didik dalam kompetensi sikap spiritual dan sikap sosial, kompetensi pengetahuan, dan kompetensi keterampilan yang dilakukan secara terencana dan sistematis, selama dan setelah proses pembelajaran.
             Penilaian hasil belajar oleh pendidik ini bertujuan :
a.       Mengetahui tingkat penguasaan kompetensi dalam sikap, pengetahuan, dan keterampilan yang sudah dan belum dikuasai seorang/sekelompok peserta didik untuk ditingkatkan dalam pembelajaran remedial dan program pengayaan.
b.      Menetapkan ketuntasan penguasaan kompetensi belajar peserta didik dalam kurun waktu tertentu, yaitu harian, tengah semesteran, satu semesteran, satu tahunan, dan masa studi satuan pendidikan.
c.       Menetapkan program perbaikan atau pengayaan berdasarkan tingkat penguasaan kompetensi bagi mereka yang diidentifikasi sebagai peserta didik yang lambat atau cepat dalam belajar dan pencapaian hasil belajar.
d.      Memperbaiki proses pembelajaran pada pertemuan semester berikutnya.
             Penilaian hasil belajar oleh pendidik dilaksanakan dalam bentuk penilaian autentik dan non-autentik. Namun pada Pasal 2 ayat (2) ditegaskan bahwa pendekatan utama dalam penilaian hasil belajar peserta didik oleh pendidik dilaksanakan dengan penilaian autentik.
             Memang yang menjadi ruh penilaian hasil belajar dalam pelaksanaan kurikulum 2013 adalah penilaian autentik. Penilaian autentik sebagaimana yang dikutif oleh Farida (2014), menurut Jon Mueller (2006) merupakan suatu bentuk penilaian yang para peserta didiknya diminta untuk menampilkan tugas pada situasi yang sesungguhnya yang mendemonstrasikan penerapan keterampilan dan pengetahuan esensial yang bermakna.  Oleh karena itu penilaian autentik lebih sering dinyatakan sebagai penilaian berbasis kinerja (performance based assessment) atau penilaian kinerja (performance assessment). Hal itu diperkuat oleh Stiggins (2006) bahwa penilaian autentik sinonim dengan penilaian kinerja (performance assessment). Namun Meyer (1992) dan Marzano (1993) membedakan penggunaan kedua istilah tersebut, karena penilaian autentik harus dilakukan pada situasi yang nyata (pada proses belajar), sedangkan penilaian kinerja bisa saja dilakukan pada konteks yang diciptakan sengaja untuk mengukur keterampilan tersebut, misalnya dilakukan setelah proses belajar.
             Menurut Yasri (2014) penilaian autentik  (authentic assessment)  adalah pengukuran yang     bermakna secara signifikan atas hasil belajar peserta didik untuk ranah sikap, keterampilan, dan pengetahuan. Istilah assessment  merupakan sinonim dari penilaian, pengukuran, pengujian, atau evaluasi. Sedangkan istilah autentik merupakan sinonim dari  asli, nyata, valid, atau reliabel.
             Menurut Newmann dan Wehlage  (dalam Johnson :2002) penilaian autentik akan meningkatkan pembelajaran peserta didik dalam banyak hal, diantaranya :
a.       Mengungkapkan secara total seberapa baik pemahaman materi akademik mereka.
b.      Mengungkapkan dan memperkuat penguasaan kompetensi mereka seperti mengumpulkan informasi, menggunakan sumber daya, menangani teknologi, dan berpikir sistematis.
c.       Menghubungkan pembelajaran dengan pengalaman mereka sendiri, dunia mereka, dan masyarakat luas.
d.      Mempertajam keahlian berpikir dalam tingkatan yang lebih tinggi saat mereka menganalisis, memadukan, mengidentifikasi masalah, menciptakan solusi, dan mengikuti hubungan sebab-akibat.
e.       Menerima tanggung jawab dan membuat pilihan.
f.       Berhubungan dan bekerja sama dengan orang lain dalam mengerjakan tugas.
g.      Belajar mengevaluasi tingkat prestasi sendiri.
             Penilaian autentik memiliki relevansi kuat terhadap pendekatan ilmiah dalam pembelajaran sesuai dengan tuntutan Kurikulum 2013. Penilaian tersebut mampu menggambarkan peningkatan hasil belajar peserta didik, baik dalam rangka mengobservasi, menalar, mencoba, membangun jejaring, dan lain-lain. Penilaian autentik cenderung fokus pada tugas-tugas kompleks atau kontekstual, memungkinkan peserta didik untuk menunjukkan kompetensi mereka dalam pengaturan yang lebih autentik.
             Penilaian autentik merupakan suatu bentuk tugas yang menghendaki peserta didik untuk menunjukkan kinerja di dunia nyata secara bermakna, yang merupakan penerapan esensi pengetahuan dan keterampilan. Penilaian autentik juga menekankan kemampuan peserta didik untuk mendemonstrasikan pengetahuan yang dimiliki secara nyata dan bermakna. Kegiatan penilaian tidak sekedar menanyakan atau menyadap pengetahuan, melainkan kinerja secara nyata dari pengetahuan yang telah dikuasai sehingga penilaian autentik merupakan penilaian yang dilakukan secara komprehensif untuk menilai mulai dari masukan (input)proses,dan keluaran (output) pembelajaran.
             Penilaian autentik bertujuan untuk mengukur berbagai keterampilan dalam berbagai konteks yang mencerminkan situasi di dunia nyata di mana keterampilan-keterampilan tersebut digunakan. Misalnya, penugasan kepada peserta didik untuk menulis topik-topik tertentu sebagaimana halnya di kehidupan nyata, dan berpartisipasi konkret dalam diskusi atau bedah buku, menulis untuk jurnal, surat, atau mengedit tulisan sampai siap cetak. Jadi, penilaian model ini menekankan pada pengukuran kinerja, doing something, melakukan sesuatu yang merupakan penerapan dari ilmu pengetahuan yang telah dikuasai secara teoretis.
             Penilaian autentik lebih menuntut pembelajar mendemonstrasikan pengetahuan, keterampilan, dan strategi dengan mengkreasikan jawaban atau produk. Peserta didik tidak sekedar diminta merespon jawaban seperti dalam tes tradisional, melainkan dituntut untuk mampu mengkreasikan dan menghasilkan jawaban yang dilatarbelakangi oleh pengetahuan teoritis.
             Dalam melaksanakan penilaian autentik selain berpegang pada prinsip-prinsip penilaian seperti yang telah diungkapkan sebelumnya, juga harus memperhatikan prinsip-prinsip khusus yang termaktub dalam Permendikbud  Nomor 104 Tahun 2015    Pasal 4 ayat (6) yang meliputi :
1.      Materi penilaian dikembangkan dari kurikulum.
2.      Bersifat lintas muatan atau mata pelajaran.
3.      Berkaitan dengan kemampuan peserta didik.
4.      Berbasis kinerja peserta didik.
5.      Memotivasi belajar peserta didik.
6.      Menekankan pada kegiatan dan pengalaman belajar peserta didik.
7.      Memberi kebebasan peserta didik untuk mengkonstruksi responnya.
8.      Menekankan keterpaduan sikap, pengetahuan, dan keterampilan.
9.      Mengembangkan kemampuan berpikir divergen.
10.  Menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari pembelajaran.
11.  Menghendaki balikan yang segera dan terus menerus.
12.  Menekankan konteks yang mencerminkan dunia nyata.
13.  Terkait dengan dunia kerja.
14.  Menggunakan data yang diperoleh langsung dari dunia nyata.
15.  Menggunakan berbagai cara dan instrumen.
F.     Ketuntasan Belajar dan Laporan Penilaian
Ketuntasan Belajar
             Ketuntasan Belajar terdiri atas ketuntasan penguasaan substansi dan ketuntasan belajar dalam konteks kurun waktu belajar. Ketuntasan penguasaan substansi yaitu ketuntasan belajar KD yang merupakan tingkat penguasaan peserta didik atas KD tertentu pada tingkat penguasaan minimal atau di atasnya, sedangkan ketuntasan belajar dalam konteks kurun waktu belajar terdiri atas ketuntasan dalam setiap semester, setiap tahun ajaran, dan tingkat satuan pendidikan.
             Ketuntasan Belajar dalam satu semester adalah keberhasilan peserta didik menguasai kompetensi dari sejumlah mata pelajaran yang diikutinya dalam satu semester. Ketuntasan Belajar dalam setiap tahun ajaran adalah keberhasilan peserta didik pada semester ganjil dan genap dalam satu tahun ajaran. Ketuntasan dalam tingkat satuan pendidikan adalah keberhasilan peserta didik menguasai kompetensi seluruh mata pelajaran dalam suatu satuan pendidikan untuk menentukan kelulusan peserta didik dari satuan pendidikan.
             Nilai ketuntasan kompetensi sikap dituangkan dalam bentuk predikat, yakni predikat Sangat Baik (SB), Baik (B), Cukup (C), dan Kurang (K) sebagaimana tertera pada tabel berikut.
Nilai Ketuntasan Sikap
Angka
Predikat
4
Sangat Baik (SB)
3
Baik (B)
2
Cukup (C)
1
Kurang (K)

             Ketuntasan Belajar untuk sikap (KD pada KI-1 dan KI-2) ditetapkan dengan predikat Baik (B).
             Nilai ketuntasan kompetensi pengetahuan dan keterampilan dituangkan dalam bentuk angka dan huruf, yakni 4,00 – 1,00 untuk angka yang ekuivalen dengan huruf  A sampai dengan D sebagaimana tertera pada tabel berikut.
Nilai Ketuntasan
Pengetahuan dan Keterampilan
Rentang Angka
Huruf



3,85
– 4,00
A



3,51
– 3,84
A-



3,18
– 3,50
B+



2,85
– 3,17
B



2,51
– 2,84
B-



2,18
– 2,50
C+



1,85
– 2,17
C



1,51
– 1,84
C-



1,18
– 1,50
D+



1,00
– 1,17
D




             Ketuntasan Belajar untuk pengetahuan ditetapkan dengan skor rerata 2,67 untuk keterampilan ditetapkan dengan capaian optimum 2,67.
             Khusus untuk SD/MI ketuntasan sikap, pengetahuan dan keterampilan ditetapkan dalam bentuk deskripsi yang didasarkan pada modus, skor rerata dan capaian optimum.
             Dengan ditetapkannya ketuntasan belajar baik dalam ranah sikap, pengetahuan, dan keterampilan, pendidik tetap dituntut untuk menganalisis kriteria ketuntasan minimal dari semua kompetensi dasar dilihat dari sudut kompleksitas materi, intake peserta didik, dan daya dukung pembelajaran dengan berpatokan standar minimal ketuntasan belajar di atas. Bahkan dengan melakukan analisis kriteria ketuntasan minimal tersebut, pendidik berhak menetapkan ketuntasan belajar lebih tinggi dari ketuntasan belajar yang telah ditetapkan standar penilaian.

Laporan Penilaian
Laporan hasil pembelajaran yang dilakukan oleh pendidik dan satuan pendidikan diajukan dalam bentuk sebagai berikut:
·           Pelaporan oleh Pendidik
Laporan hasil penilaian oleh pendidik dapat berbentuk laporan hasil ulangan harian, ulangan tengah semester, ulangan akhir semester.
·           Pelaporan oleh Satuan Pendidikan
Rapor yang disampaikan oleh pendidik kepada kepala sekolah/madrasah dan pihak lain yang terkait (misal: wali kelas, guru Bimbingan dan Konseling, dan orang tua/wali). Pelaporan oleh Satuan Pendidikan meliputi:
a)         hasil pencapaian kompetensi dan/atau tingkat kompetensi kepada orangtua/wali peserta didik dalam bentuk buku rapor;
b)        pencapaian hasil belajar tingkat satuan pendidikan kepada dinas pendidikan kabupaten/kota dan instansi lain yang terkait; dan
c)         hasil ujian Tingkat Kompetensi kepada orangtua/wali peserta didik dan dinas pendidikan.
·         Bentuk laporan capaian hasil belajar untuk rapor SD/MI disampaikan dalam bentuk deskripsi dan menggunakan prinsip kenaikan kelas otomatis. Sedangkan untuk SMP/MTs, SMA/MA, dan SMK/MAK  hasil belajar yang dicantumkan dalam Rapor berupa:
a.       untuk ranah sikap menggunakan skor modus 1,00 – 4,00 dengan predikat Kurang (K), Cukup (C), Baik (B), dan Sangat Baik (SB);
b.      untuk ranah pengetahuan menggunakan skor rerata 1,00 – 4,00 dengan predikat D – A.
c.       untuk ranah keterampilan menggunakan skor optimum 1,00 – 4,00 dengan predikat D – A.
Dan untuk SMP/MTs, SMA/MA, dan SMK/MAK prinsip kenaikan kelas berdasarkan kriteria yaitu dinyatakan tidak naik kelas apabila hasil belajar paling sedikit 3 (tiga) mata pelajaran pada kompetensi sikap, pengetahuan, dan atau keterampilan belum mencapai nilai ketuntasan belajar.

BAB  III
KESIMPULAN DAN PENUTUP

A.      Kesimpulan
1.         Rasionalisasi standar penilaian pendidikan adalah :
a.       Menjawab tuntutan pendekatan ilmiah dalam pembelajaran kurikulum 2013 dengan ditetapkannya standar proses.
b.      Perbaikan penilaian pada kurikulum terdahulu yang lebih menitikberatkan pada penilaian aspek pengetahuan dan diarahkan pada penilian yang komprehensif antara aspek sikap, pengetahuan, dan keterampilan.
c.       Berubahnya strategi pembelajaran dari yang berpusat kepada pendidik menjadi berpusat pada peserta didik menuntut perlu pengembangan teknik penilaian hasil belajar yaitu dengan penilaian otentik
d.      Perbaikan orientasi penilaian pada hasil belajar kepada proses belajar dan hasil belajar.
2.         Pengertian standar penilaian pendidikan adalah kriteria mengenai mekanisme, prosedur, dan instrumen penilaian hasil belajar peserta didik. Sedangkan landasan standar penilaian pendidikan :
a.       Filosofis
·      Proses pendidikan adalah proses untuk mengembangkan potensi siswa menjadi kemampuan dan keterampilan tertentu.
·      Proses penilaian yang dilakukan harus memiliki asas keadilan, kesetaraan serta obyektifitas yang tinggi.
·      Setiap siswa harus diperlakukan sama dan meminimalkan semua bentuk prosedur ataupun tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu atau sekelompok siswa, penilaian yang adil harus tidak membedakan latar belakang sosial ekonomi, budaya, bahasa dan gender
b.      Yuridis
·         UUD 1945
·         Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003
·         PP Nomor 19 Tahun 2007 sebagaimana yang telah dirubah dengan PP Nomor 32 Tahun 2013 dan dirubah kedua dengan PP Nomor 13 Tahun 2015
·         Permendikbud Nomor 54 Tahun 2013
·         Permendikbud Nomor 64 Tahun 2013
·         Permendikbud Nomor 65 Tahun 2013
·         Permendikbud Nomor 66 Tahun 2013
·         Permendikbud Nomor 57 Tahun 2014
·         Permendikbud Nomor 58 Tahun 2014
·         Permendikbud Nomor 59 Tahun 2014
·         Permendikbud Nomor 60 Tahun 2014
·         Permendikbud Nomor 104 Tahun 2014
c.       Teoritis
·         Penilaian merupakan bagian integral dalam komponen pembentuk pembelajaran, yaitu kurikulum, pelaksanaan pembelajaran, dan penilaian pembelajaran.
·         Memberikan umpan balik bagi perbaikan dan atau peningkatan yang bermakna, baik bagi siswa, guru, dan satuan pendidikan.
·         Tuntutan dari standarisasi pendidikan.
3.      Ruang lingkup standar penilaian pendidikan:
a.         Penilaian hasil belajar oleh pendidik;
b.        Penilaian hasil belajar oleh satuan pendidikan; dan
c.         Penilaian hasil belajar oleh pemerintah.
Sedangkan ruang lingkup penilaian hasil belajar peserta didik mencakup kompetensi sikap, pengetahuan, dan keterampilan yang dilakukan secara berimbang sehingga dapat digunakan untuk menentukan posisi relatif setiap peserta didik terhadap standar yang telah ditetapkan.
Prosedur Umum Standar Penilaian
a.       Teknik dan instrumen penilaian
·         Penilaian kompetensi sikap melalui observasi, penilaian diri, penilaian “teman sejawat”(peer evaluation) oleh peserta didik dan jurnal. Instrumen yang digunakan untuk observasi, penilaian diri, dan penilaian antarpeserta didik adalah daftar cek atau skala penilaian (rating scale) yang disertai rubrik, sedangkan pada jurnal berupa catatan pendidik.
·         Penilaian kompetensi pengetahuan melalui tes tulis, tes lisan, dan penugasan.
·         Penilaian kompetensi keterampilan melalui penilaian kinerja, yaitu penilaian yang menuntut peserta didik mendemonstrasikan suatu kompetensi tertentu dengan menggunakan tes praktik, projek, dan penilaian portofolio. Instrumen yang digunakan berupa daftar cek atau skala penilaian (rating scale) yang dilengkapi rubrik.
b.      Mekanisme penilaian hasil belajar dilakukan dalam bentuk penilaian autentik, penilaian diri, penilaian projek, ulangan harian, ulangan tengah semester, ulangan akhir semester, ujian tingkat kompetensi, ujian mutu tingkat kompetensi, ujian sekolah, dan ujian nasional.
c.       Prinsip penilaian adalah objektif, terpadu, ekonomis, transparan, akuntabel, edukatif, dan sesuai dengan tujuan
4.      Penilaian hasil belajar peserta didik oleh pendidik adalah  proses pengumpulan informasi/bukti tentang capaian pembelajaran  peserta didik dalam kompetensi sikap spiritual dan sikap sosial, kompetensi pengetahuan, dan kompetensi keterampilan yang dilakukan secara terencana dan sistematis, selama dan setelah proses pembelajaran, dengan menggunakan teknik penilaian autentik.
5.      Ketuntasan Belajar terdiri atas ketuntasan penguasaan substansi dan ketuntasan belajar dalam konteks kurun waktu belajar. Nilai ketuntasan kompetensi sikap dituangkan dalam bentuk predikat, yakni predikat Sangat Baik (SB), Baik (B), Cukup (C), dan Kurang (K). Sedangkan nilai ketuntasan kompetensi pengetahuan dan keterampilan dituangkan dalam bentuk angka dan huruf, yakni 4,00 – 1,00 untuk angka yang ekuivalen dengan huruf  A sampai dengan D.
Adapun laporan hasil pembelajaran yang dilakukan oleh pendidik dalam bentuk laporan hasil ulangan harian, ulangan tengah semester, ulangan akhir semester. Dan laporan hasil pembelajaran yang dilakukan oleh satuan pendidikan dalam bentuk rapor dan hasil Ujian Tingkat Kompetensi.

B.       Penutup
            Demikian makalah yang dapat kami sampaikan, semoga dapat memberikan sedikit wawasan kepada teman-teman dan pastinya untuk kami dalam menambah wawasan dan pemahaman berkenaan dengan standar penilaian pendidikan. Kritik dan saran sangat kami harapkan dan hargai demi perbaikan makalah ini.

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, S. 2005. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta. Bumi Aksara.
BSNP. (tt). Standar Penilain. (Microsoft Office PowerPoint).  Badan Standar Nasional Pendidikan
Dabbagh, N. 2007. The Online Learner: Characteristics and Pedagogical Implications. Contemporary Issues in Technology and Teacher Education.  Virginia. George Mason University.
Farida, Ida. 2014. Tinjauan Teoritik Penilaian Autentik (Authentic Assessment) Pada Kurikulum 2013.  Tersedia : https://faridach.wordpress.com/ 2014/01/19/tinjauan-teoritik-penilaian-autentik-authentic-assessment-pada-kurikulum-2013/. Online : 25 April 2015.
Jamaluddin, Dery. tt. Evaluasi Pembelajaran. Tersedia : http://deryjamaluddin. page.tl/Evaluasi-Pembelajaran.htm. Online : 26 April 2015
Johnson, Elaine B. 2011. Contextual Teaching Learning ed. Bahasa Indonesia cetakan III. Bandung. Penerbit Kaifa.
Setneg. 2007. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2007. Jakarta
Setneg. 2013. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2013. Jakarta
Setneg. 2015. Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2015. Jakarta
Kemendikbud. 2013. Permendikbud Nomor 66 Tahun 2013, Jakarta
Kemendikbud. 2014. Permendikbud Nomor 104 Tahun 2014. Jakarta
Makmun, Abin Syamsuddin. 1996. Anasisi Posisi Pendidikan. Jakarta. Biro Perencanaan Pendidikan. Depdikbud.
Sudijono, Anas. 2001. Pengantar Evaluasi Pendidikan. Jakarta. PT. Raja Grapindo Persada.
Sukardi. (2008). Evaluasi Pendidikan. Jakarta. Bumi Aksara.
Tayibnapis, Farida Yusuf. 2000. Evaluasi Program. Jakarta. PT. Rineka Cipta
Tilaar, H.A.R. 2006. Standarisasi Pendidikan Nasiona : Sebuah Tinjauan Kritis. Jakarta. PT. Rineka Cipta
Yasri. 2014. Penilaian Autentik dalam Implementasi Kurikulum 2013 (Jurnal). Balai Diklat Keagamaan Banjarmasin Kementerian Agama RI
Zainul, A. dan N. Nasution. 2001.  Penilian Hasil Belajar.  Jakarta. Depdiknas.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar